Mutiara Salaf

"Wahai manusia Aku hanyalah orang yang mengikuti sunnah dan bukan pembuat bid'ah. Jika Aku berbuat baik maka ikutilah dan jika Aku berbuat buruk maka ingatkanlah" [Abu Bakar Ash-Shidiq]

Blog ini dibuat terutama sebagai catatan/arsip bagi ana sehingga mudah mengakses [karena telah dikategorikan] artikel para ustadz ahlu sunnah yang materinya terpencar-pencar di masing-masing situs yang diasuh langsung oleh mereka. Namun alangkah baiknya jika ana tidak menyimpannya sendiri di dalam hard disk melainkan di sebuah blog yang diharapkan dapat bermanfaat bagi orang lain entah dia itu muslim atau kafir, ahlu sunnah atau ahli bid'ah, orang yang sudah "ngaji" atau yang masih awam.

Sabtu, 27 Maret 2010

SERTAKANLAH NAMAKU BERSAMAMU DALAM DOAMU

Ala Banafi’ bekerja di sebuah toko di pusat kota di Jeddah. Ketika terjadi bencana alam “Tsunami” akhir tahun 2004 di Aceh dan wilayah lainnya, akhi ‘Ala aktif mengikuti berita musibah tersebut dan merasakan prihatin dan sedih atas bencana yang menimpa saudara-saudara kita di Aceh. Beliau sempat memberikan sebuah artikel dari internet sebagai bahan masukan bagi saya saat menyusun buku “Hikmah dibalik Musibah”, semoga Allah memberikan ganjaran di dunia dan akhirat atas kebaikannya tersebut.

Pernah terjadi suatu peristiwa sekitar 15 tahun lalu yang sangat berkesan bagi ‘Ala, beberapa waktu setelah ayahnya wafat, turunlah hujan dengan derasnya di kota Makkah tempat mereka tinggal, sampai-sampai air hujan mulai masuk ke dalam rumah membuat penghuni rumah menjadi panik. Adik perempuan ‘Ala yang masih kecil tanpa sadar berteriak dan memanggil ayahnya, “Abi!, Abi!, tolong kami!”. Adiknya secara refleks tanpa sadar memanggil ayahnya yang sangat ia cintai untuk menolongnya, padahal ayahnya telah wafat, semoga Allah merahmatinya.

‘Ala mempunyai adik laki-laki yang cacat, usianya 19 tahun. Sejak lahir ia hanya di tempat tidur. Ia menceritakan bagaimana kesabaran ibunya yang sampai sekarang tetap telaten merawat adiknya. Ala berkata bahwa jalan menuju sorga itu bermacam-macam, dan mungkin jalan ibunya menuju sorga adalah kesabarannya, yang pertama ditinggal wafat suaminya ketika anak-anaknya masih kecil dan kedua kesabarannya merawat anaknya yang cacat. Semoga harapan dan doa ‘Ala dikabulkan oleh Allah.

Saya teringat dengan sebuah pesan yang disampaikan seorang penyandang cacat bisu tuli, ia bernama Nail Munir berusia 30 tahun, warga Negara Saudi Arabia keturunan Banten Indonesia.. Beliau datang mencari saya ke kantor Islamic Center Di Jeddah pada awal bulan safar 1430 H , kami berkomunikasi dengan tulisan sampai menghabiskan beberapa lembar kertas bolak balik. Beliau ingin konsultasi tentang masalah pribadinya. Disela-sela komunikasi kami ada beberapa hal yang membuat saya kagum dan terharu darinya. Yang membuat saya kagum, akhi Nail meskipun cacat bisu dan tuli, beliau tidak minder dan tetap percaya diri, beliau pandai mengemudikan mobilnya sendiri. Hal itu saya ketahui ketika kami pergi ke rumah makan untuk makan malam bersamanya. Beliau meskipun cacat bisu dan tuli tidak menjadi beban bagi orang lain, akhi Nail bekerja di bagian tata usaha memegang komputer di sebuah sekolah luar biasa di kota Jeddah. Akhi Nail meskipun cacat bisu dan tuli tidak menghalanginya untuk tetap bermasyarakat dan berkomunikasi dengan manusia, beliau pandai berkomunikasi dengan bahasa isyarat kepada sesamanya dan berkomunikasi dengan bahasa tulisan dan bahasa isyarat kepada orang-orang yang normal yang beliau jumpai di toko, rumah makan, kantor Islamic center, pom bensin dan tempat-tempat umum lainnya, ia tidak menyendiri dan menjauhi manusia. Beliau meskipun cacat bisu dan tuli tidak menghalanginya untuk belajar dan memperdalam agama Islam lewat internet atau vcd/ dvd dimana ustadznya Syaikh Abdurrahman Jumáh dan selainnya menyampaikan berbagai materi pelajaran seperti tafsir Al Quran, Sirah Nabawiyyah, Sejarah Islam, Aqidah, Fiqih dengan bahasa isyarat. Jika akhi Nail ingin bertanya tentang masalah keislaman maka beliau mengirim sms kepada gurunya lalu gurunya menjawab lewat sms juga. Hal yang membuat saya terharu ketika akhi Nail meminta secarik kertas dan menasihati saya melalui tulisannya berbahasa Arab,
أنت لازم تتعلم لغة الإشارة

“Kamu harus belajar bahasa isyarat”

Ketika saya tanyakan mengapa? Beliau menjawab,

“Kasihan saudara-saudara kita di Indonesia yang tertimpa musibah cacat bisu dan tuli, bagaimana mereka bisa belajar Islam dan mengerti tauhid jika tidak ada yang mengajari dan membimbing mereka?”

Saya terharu membaca tulisannya yang menunjukkan kepekaan dan kehalusan perasaannya…

Maka dalam kesempatan ini saya menukilkan pesan akhi Nail ini kepada para aktivis dakwah dan mubaligh serta para penuntut ilmu di Indonesia, mudah-mudahan ada diantara kita yang memiliki kesempatan waktu dan mendapatkan taufik dari Allah sehingga dapat belajar bahasa isyarat dan mampu untuk berdakwah (secara langsung atau sebagai penerjemah) kepada saudara-saudara kita yang cacat bisu dan tuli.

Diantara sms yang dikirim oleh akhi ‘Ala kepada saya berisikan permohonan jika saya berdoa memohon jannah agar menyertakan namanya, juga mengingatkan kita untuk banyak melakukan shalat dan sujud kepada Allah sebagai kunci kebahagiaan, ia juga mendoakan untuk saya. Isi sms nya:

Ketika engkau memohon surga kepada Allah

Sertailah namaku bersama doamu

Karena sesungguhnya saya menginginkan

berdampingan denganmu di surga.

Ingatlah bahwa kunci kebahagiaan adalah

shalat dan sujud dihadapan Allah

Semoga Allah menjadikanmu

Sebagai golongan orang-orang yang berbahagia

Semoga Allah melindungimu dan keluargamu semuanya

dari segala bala bencana,

amin”

—— (Dari buku “Surat-Surat Cinta” hal 62-66, Oleh: Fariq Gasim Anuz, Penerbit: DarusSunnah Jakarta, Cetakan kedua, January 2010)

Daftar Isi

Loading...




Tanya Jawab Seputar Puasa

Tulisan ini dasarikan dari tanya jawab fadhilah Syeikh muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin رحمه الله dari kitab Fataawa fi Ahkaamish Shiyaam.

Kedudukan Puasa di dalam Islam

Soal 1: Syeikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin رحمه الله ditanya tentang kedudukan puasa di dalam Islam?

Jawab: maka beliau رحمه الله menjawab: Kedudukan puasa di dalam Islam merupakan salah satu dari rukun Islam yang agung yang tidak mungkin bisa berdiri kecuali dengannya dan tidak akan sempurna kecuali dengannya pula, adapun keutamaannya di dalam Islam telah disebutkan dari Nabi صلى الله عليه وسلم bahwasanya belaiu bersabda:

(( من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه ))

” Barang siapa yang berpuasa di bulan ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu “

Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab ash-shiyaam, bab man shama ramadhana iimaanan wahtisaaban wa niyatan ( 1901 ), dan Muslim dalam kitab shalatul musaafirin wa qashruha, bab at-targhiib fi qiyaami ramadhan wa huwa at-taraawiih ( 760 ) ( 175 ).

Hukum Orang Yang Tidak Berpuasa karena Meremehkan dan Malas.

Soal 2: Syeikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin رحمه الله ditanya apakah orang yang meninggalkan puasa karena meremehkan dan malas seperti orang tidak shalat yaitu dihukumi kafir?

Jawab: Beliau menjawab: orang yang tidak berpuasa karena meremehkan atau karena malas tidaklah kafir, karena hukum asal dari seorang muslim adalah tetap sebagai seorang muslim sampai ada dalil yang menunjukkan bahwa dia telah keluar dari Islam, dan tidak ada dalil yang menyatakan bahwa orang yang tidak berpuasa karena meremehkan dan malas keluar dari Islam. Berbeda dengan shalat, dimana banyak dalil dari kitabullah dan sunnah Rasulullah صلى الله عليه وسلم serta perkataan para sahabat semoga allah menridhoi mereka yang menunjukkan kafirnya orang yang meninggalkan shalat karena meremehkan dan malas. Berkata abdullah bin syaqiq:

(( كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم لا يرون شيئا من الأعمال تركه كفر غير الصلاة ))

” Para sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم berpendapat bahwa tidak ada satupun amalan yang menyebabkan pelakunya kafir jika ditinggalkan selain dari pada shalat.”

Akan tetapi diwajibkan untuk mengajak orang yang meninggalkan puasa tersebut karena malas dan meremehkan untuk kembali berpuasa, jika masih tidak mau maka dibantu sampai dia bisa berpuasa kembali.


http://abu0dihyah.wordpress.com/2009/08/21/tanya-jawab-seputar-puasa/

Tanya Jawab Aqidah Bersama Syeikh Hafidz al-Hakami رحمه الله ( Bagian 1 )

Kewajiban pertama bagi seorang hamba

Soal -1: Kewajiban apakah yang pertama bagi seorang hamba?

Jawab: Kewajiban pertama bagi seorang hamba adalah mengetahui perkara yang menjadi penyebab Allah menciptakan manusia, mengambil perjanjian dari mereka, yang menjadi penyebab Allah mengutus para rasulNya, menurunkan kitab-kitabNya, yang menjadi penyebab Allah menciptakan dunia dan akhirat, surga dan neraka, neraka al-haaqqah dan al-waaqi’ah, dipancangkannya timbangan amalan, dihamparkannya lembaran-lembaran amalan, yang menjadi penentu celaka atau bahagianya seorang hamba, demikian pula pembagian nur kepada seorang hamba. Barang siapa yang tidak diberi oleh Allah cahaya niscaya dia tidak akan mendapatkan cahaya.

Perkara yang menjadi penyebab Allah menciptakan seorang hamba

Soal-2: Apakah perkara tersebut yang menjadi penyebab Allah menciptakan seoran hamba?

Jawab: Perkara tersebut adalah beribadah kepada Allah sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam firmanNya:
َوما خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ مَا خَلَقْنَاهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

“Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui.” [ Ad-Dhukhaan: 38-39 ]
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاء وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلًا ذَلِكَ ظَنُّ الَّذِينَ كَفَرُوا

“Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir.” [ Shaad: 27 ]
وَخَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ وَلِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ

“Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan.” [ Al-Jaatsiyah: 22 ]
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” [ Adz-Dzariayaat: 56 ]

Pengertian hamba

Soal-3: Apakah arti dari hamba?

Jawab: hamba, jika dimaksudkan dengannya adalah al-muta’abbad yaitu yang ditunddukkan maka mencakup seluruh makhluk, seluruh alam semesta yang berakal atau tidak, yang kering maupun yang basah, yang bergerak maupun yang diam, yang nampak maupun yang tersembunyi, yang mukmin maupun yang kafir, yang baik maupun yang fajir dan sebagainya.

Seluruhnya adalah makhluk Allah U yang berada di bawa pemeliharaan dan pengaturanNya, masing-masing mempunyai bekas tempat berpijak dan batas kesudahan, semuanya berjalan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan baginya masing-masing, sedikitpun tidak akan melampaui ketetapannya.
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ

“Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” [ Yaasin: 38 ]

Dan berada di bawa pengaturan yang maha adil dan bijaksana.

Dan jika dimaksdukan dengan hamba tersebut adalah yang mencintai dan yang tunduk maka khusus bagi orang-orang yang beriman karena mereka adalah hamba-hamba Allah yang mulia, wali-wali Allah yang bertakwa, tidak ada rasa takut pada diri mereka dan juga tidak bersedih hati.

Pengertian ibadah

Soal-4: Apakah arti dari Ibadah?

Jawab: Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhoi oleh Allah U baik berupa perkataan atau perbuatan yang nampak ataupun yang tersembunyi dan berlepas diri dari segala hal-hal yang bertengtangan dan berlawanan dengannya.

Kapankah suatu amalan bernilai ibadah

Soal-5: Kapankah suatu amalan bisa dianggap sebagai ibadah?

Jawab: Suatu amalan bisa dianggap sebagai ibadah apabila di dalamnya terdapat dua kesempurnaan: yaitu kesempurnaan cinta dan kesempurnaan ketundukan kepada Allah U:
وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَشَدُّ حُبًّا لِّلّهِ

“Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” [ Al-Baqarah: 165 ]
إٍنَّ الذين هم من خشية ربهم مشفقون

“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati Karena takut akan (azab) Tuhan mereka.” [ Al-Mu’minuun: 57 ].

Demikian pula pada firmanNya:
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَى وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

“Maka kami memperkenankan doanya, dan kami anugerahkan kepada nya Yahya dan kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada kami.” [ Al-Anbiyaa’: 90 ]

Jawaban ilmiah terhadap Pilar-pilar Terorisme

Bismillaahirrohmaanirrohiim… Segala puji bagi Alloh, kami memujinya, meminta pertolongan, dan memohon petunjuknya. Sebagaimana kami memohon perlindungan pada-Nya dari kejelekan diri dan perbuatan kami… Barangsiapa yang ditunjuki-Nya, maka tiada yang mampu menyesatkannya… Dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka tiada yang dapat menunjuki-Nya.

Aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah, melainkan Alloh semata, yang tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rosul-Nya, semoga Alloh mencurahkan sholawat dan salam yang melimpah kepada beliau, beserta keluarga dan para sahabatnya. Amma ba’du:

Sungguh, beberapa kasus pemboman dan kezholiman yang meletus di negara ini pada tahun-tahun lalu, mengharuskan kita merenung panjang, untuk mengetahui apa yang mendasari mereka melakukan perbuatan itu. Sehingga dengan itu pula, kita akan temukan jawaban dari banyak pertanyaan yang sering kita dengar berikut ini:

Bagaimana jalan ke Neraka, bisa dipahami oleh mereka bahwa itulah jalan menuju Surga?!

Bagaimana tindakan mengkhianati janji, pengrusakan di atas muka bumi, dan menyulut api peperangan itu suatu keuntungan?! Padahal Alloh telah berfirman:

الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ أُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (البقرة: 27)ـ

(Orang-orang yang fasik adalah) mereka yang melanggar perjanjian Alloh setelah perjanjian itu diteguhkan, memutuskan apa yang diperintahkan Alloh untuk disambungkan, dan berbuat kerusakan di muka bumi… Mereka itulah orang-orang yang merugi. (al-Baqoroh: 27)

وَالَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ أُولَئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ (الرعد: 25)ـ

Orang-orang yang melanggar janji Alloh setelah diikrarkannya, memutuskan apa yang diperintahkan Alloh agar disambungkan, dan berbuat kerusakan di muka bumi, mereka itulah orang-orang yang mendapat laknat (kutukan), dan bagi mereka pula tempat tinggal yang buruk (jahannam). (ar-Ro’d: 25)

Bukankah Rosul -alaihish sholatu wassallam- juga telah bersabda:

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا (رواه البخاري 3166)ـ

“Barangsiapa membunuh orang kafir yang ada ikatan perjanjian, maka ia tidak akan mencium bau Surga” (HR. Bukhori)?! Lalu bagaimana mereka memahami, bahwa siapa yang melakukan hal itu, niscaya akan masuk surga dengan terhormat?!

Bagaimana mereka membaca firman Alloh ta’ala ini:

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا. وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا. وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا (النساء 29-30)ـ

Janganlah kalian membunuh diri kalian! Karena sesungguhnya Alloh maha penyayang pada kalian… Dan barangsiapa berbuat demikian dengan cara melanggar hukum dan zhalim, maka Kami akan memasukkannya ke Neraka… Yang demikian itu, adalah mudah bagi Alloh… (an-Nisa’ 29-30)

Begitu pula sabda beliau -alaihish sholatu wassalam-:

من قتل نفسه بحديدة فحديدته في يده يتوجأ بها في بطنه في نار جهنم خالدا مخلدا فيها أبدا ومن شرب سما فقتل نفسه فهو يتحساه في نار جهنم خالدا مخلدا فيها أبدا ومن تردى من جبل فقتل نفسه فهو يتردى في نار جهنم خالدا مخلدا فيها أبدا (متفق عليه)ـ

“Barangsiapa yang bunuh diri dengan besi, maka di neraka nanti besi itu akan berada di tangannya, dan dia menusuk-nusukkan ke perutnya untuk selama-lamanya… Barangsiapa yang minum racun, hingga membunuh dirinya, maka di neraka nanti, ia akan meneguk racun itu untuk selama-lamanya… Dan barangsiapa yang menjatuhkan dirinya dari tebing, hingga membunuh dirinya, maka di neraka nanti, ia akan menjatuhkan dirinya (dari tebing) untuk selama-lamanya”. (HR. Bukhori Muslim)

ومن قتل نفسه بشيء في الدنيا عذب به يوم القيامة (متفق عليه)ـ

“Barangsiapa bunuh diri dengan sesuatu di dunia, maka ia akan disiksa dengannya pada hari kiamat”. (HR. Bukhori Muslim)

الذي يخنق نفسه يخنقها في النار والذي يطعنها يطعنها في النار (رواه البخاري 1365)ـ

“Orang yang menyembelih dirinya (di dunia ini), maka ia nantinya akan menyembelih dirinya di Neraka… Dan orang yang menusuk dirinya (di dunia ini), maka ia nantinya akan menusuk dirinya di Neraka”. (HR. Bukhori 1365)

Lalu setelah tahu itu semua, mereka malah mengatakan: “Sungguh, ini semua adalah jalan paling cepat menuju Surga!!!

Bagaimana mereka membaca Firman Alloh ini:

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا (النساء 93)ـ

“Barangsiapa membunuh orang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya adalah Neraka Jahannam, dia kekal di dalamnya, Alloh murka padanya, melaknatnya, dan menyediakan adzab yang besar baginya” (an-Nisa’ 93)

Kemudian dipahami mereka, itu dibolehkan karena keadaan yang darurat!!!

Bagaimana bisa, bunuh diri menjadi mati syahid di jalan Alloh?!

Bagaimana bisa, membunuh orang (tanpa hak) -yang diharamkan Alloh- menjadi jalan menuju Surga?!

Bagaimana bisa, menaruh bom dan bahan peledak di rumah-rumah dan restoran-restoran, yang dipenuhi banyak wanita, orang tua, dan anak, menjadi jihad di jalan Alloh?!

Bagaimana bisa, meledakkan pesawat yang ditumpangi banyak orang yang tak bersalah, menjadi amalan jihad?!

Bagaimana bisa, dua tanah suci -yang menjadi pusat Islam- menjadi tempat praktek tindakan bunuh diri?!

Bagaimana kita menyikapi banyaknya orang yang membantu komplotan mereka?!

Apakah anda mengira mereka melakukan itu tanpa ada tujuan?!

Tentunya tidak… mereka melakukan itu semua karena tujuan yang mulia, yakni masuk surga! Mereka juga punya banyak alasan dan dalil-dalil dari syariat yang membolehkan tindakan mereka, bahkan mereka tidak ragu sama sekali dengan keyakinannya itu.

Alasan dan dalil mereka banyak yang disebarkan lewat banyak media, tapi jawaban dari dalil-dalil itu terkesan kurang memuaskan bagi banyak orang, karena hanya berupa dalil-dalil umum, tanpa jawaban ilmiah yang terperinci, yang dilandasi oleh pembahasan mendasar tentangnya.

Maka, (dalam mengatasi masalah ini) tidaklah cukup dengan kita puas bahwa tindakan itu salah, tapi harusnya kita juga berusaha memuaskan orang lain yang meyakini benarnya tindakan itu dengan dalil-dalil syar’i yang jelas, disertai jawaban dan keterangan tentang syubhat-syubhat mereka. Karena, sungguh jika saja mereka tahu bahwa amalan-amalan itu akan menjerumuskan mereka ke Neraka, tentulah mereka tidak akan melakukannya.

Atas dasar kewajiban untuk menasehati saudara seiman, penulis ingin memberikan sumbangsih untuk menjelaskan kebenaran yang saya yakini dan juga diyakini oleh sebagian besar kaum muslim… kebenaran yang ditutup-tutupi oleh para musuh Islam, dan disamarkan dengan banyak syubhat, sehingga syubhat itu banyak mengelabui para pengikut hawa nafsu, dan orang awam… bahkan sebagian orang yang mengaku alim juga turut membantu menyebarkan syubhat-syubhat itu… sehingga bercampurlah antara kebenaran dan kebatilan…

Tapi, kebenaran sangatlah jelas bagi siapapun yang menghendakinya… Namun, anda tidak mampu berbuat apa-apa bila dihadapkan pada orang yang buta hatinya, karena sebab mengikuti hawa nafsu, minimnya ilmu, ataupun kebodohan yang sudah parah.

Saling menasehati diantara kaum muslimin, hanyalah dengan kebenaran… Dan kebenaran adalah buruan setiap mukmin, yang akan diambil dari mana pun datangnya… di sisi lain wajib baginya untuk membantah setiap kebatilan, dari siapa pun datangnya.

Dalam tulisan ini, penulis akan membahas syubhat mereka, dalam beberapa seri… Akan saya sebutkan dalil yang dijadikan sandaran oleh mereka, kemudian saya sebutkan jawaban dari ahli ilmu yang tepercaya dalam keilmuannya… Tulisan ini, saya beri judul: “al-Ajwibatul Ushuliyyah fi Naqdlil Ushulil Irhabiyyah” (Jawaban Ilmiah terhadap Pilar-pilar Terorisme)… Aku memohon kepada Alloh, semoga Dia menjadikan tulisan ini bermanfaat… sungguh Dialah yang maha mendengar lagi dekat dengan hamba-Nya… (Bersambung…)

http://addariny.wordpress.com/2010/02/28/terorisme-bukan-dari-islam/#more-1581

BERDAKWAH dari HATI

الحمد لله وكفى، والصلاة والسلام على عبد الله ورسوله المصطفى، وعلى آله وصحبه ومن اكتفى، أما بعد

Setiap muslim yang sejati dan peduli dengan din-nya tentu akan mendambakan tersebarnya tuntunan-tuntunan agama yang dianutnya pada masyarakat sekitarnya, ia menginginkan orang lain juga mengetahui apa yang dipelajarinya, karena ia tahu bahwa “belum sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai (kebaikan) untuk saudaranya sebagaimana ia mencintai (kebaikan) untuk dirinya sendiri” [1]

Tapi dengan jalan apa ia bisa mewujudkan keinginan itu?

Mungkin ada yang menjawab: Ya… gampang saja! dengan ceramah keliling, atau khutbah di masjid-masjid, atau jadi da’i terbang, atau jadi dosen di kampus-kampus terkemuka, kita bisa menyampaikan semuanya kepada masyarakat!

Memang kelihatannya sederhana, tapi masalahnya apakah masyarakat akan dengan mudah tertarik dengan apa yang kita dakwahkan? Apakah mereka sudi menghadiri dan mendengarkan ceramah kita? Bisa jadi sudah kering tenggorokan kita, tapi belum juga kita menuai hasil yang diinginkan!

Sesungguhnya yang lebih penting adalah bagaimana kita mengambil hati mereka? sehingga nantinya mereka akan dengan senang hati dan lapang dada menerima dakwah kita.

Untuk tujuan inilah kita harus mengerti cara bermualah yang baik, kita butuh memperkuat tali persaudaraan islam dan menghidupkan kembali ruh iman di setiap sanubari, kita membutuhkan budaya tukar pendapat yang tenang dan damai, hubungan yang serasi, dan saling menghormati satu sama lain, sehingga akan terpancar jelas keindahan dan keanggunan Islam dalam masyarakat kita, dan mereka akan menjadi teladan bagi masyarakat lain yang seakidah, bahkan akan menjadi pembuka kebaikan bagi mereka yang berada di luar Islam untuk masuk gerbang agama tauhid ini.

Kita ingin mengambil hati orang di sekitar kita, tapi bukan dengan mujamalah ataupun dengan mudahanah, bukan pula dengan reformasi agama atau malah meruntuhkannya, tapi kita ingin mengambil hati mereka dengan akhlak yang tinggi dan adab yang mulia, sebagaimana sabda Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”[2]

Kenapa kita harus mengambil hati? Tentunya bukan karena tujuan harta dan gemerlapnya dunia, bukan pula untuk kepentingan pribadi ataupun memamerkan kelebihan yang ada pada kita, kita melakukannya karena niat ibadah mendekatkan diri kita kepada Allah, dzat yang senang dengan akhlak yang mulia dan membenci akhlak yang tercela.

Kita melakukannya karena dorongan ingin mengikuti jejak Rosululloh sebagai orang yang paling mulia akhlaknya.

Kita melakukannya karena kita ingin meraih kecintaan Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-, tidak hanya itu, bahkan kita akan berada dekat dengan beliau kelak di akhirat, sebagaimana sabdanya: “sesungguhnya diantara orang yang paling aku cintai dan paling dekat denganku di hari kiamat nanti adalah mereka yang paling bagus akhlaknya”[3]

Kita melakukannya karena ingin mengaplikasikan tuntunan syari’at dan budi pekerti agama ini dalam kehidupan kita, baik dalam tindakan maupun ucapan, baik ketika sendiri maupun di hadapan orang, sebagaimana sabdanya: “Pergaulilah orang lain dengan akhlak yang terpuji!”.[4]

Kita melakukannya karena kerinduan kita kepada surga, tentunya kita tidak akan lupa dengan sabdanya: “Sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke surga adalah taqwa dan akhlak yang mulia”.[5]

Kita melakukannya karena ingin menambah berat timbangan amal kita, karena: “Tidak ada sesuatupun yang lebih berat timbangannya dari pada akhlak yang mulia” [6]

Kita melakukannya agar orang lain bersahabat dengan kita, tidak lari meninggalkan kita: “Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”.[7]

Inilah beberapa keutamaan dan buah akhlak yang mulia, yang insyaAllah dapat menjadi pendorong dan motivator kita untuk menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat, ia merupakan sebuah ibadah yang agung dan sarana mendekatkan diri kepada Allah ـ: “Sungguh berbekal akhlak yang mulia, seorang mukmin akan mencapai derajat orang yang selalu berpuasa (pada siangnya) dan selalu menghidupkan malamnya”.[8]

Memang sangat agung kedudukan akhlak dalam Islam, oleh karenanya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Akhlak yang mulia adalah kebaikan yang paling agung”.[9] Tapi bagaimana kita dapat meraih akhlak yang mulia itu? Tentunya kita harus tahu dulu mana yang baik dan mana yang buruk, diantara caranya adalah: dengan banyak bergaul dengan orang-orang sholih, memperhatikan gerak langkah dan akhlak mereka. dan dengan banyak membaca buku-buku tentang adab dan mengkajinya[10].

Setelah kita tahu mana yang baik dan mana yang buruk, maka kita harus memperaktekkannya, dan setelah itu mengajak orang lain untuk ikut serta melakukan dan memperaktekkannya.

Apakah cukup dengan itu semua? Tentunya tidak, karena ada satu hal lagi yang tak kalah penting, yaitu dengan banyak do’a dan bersimpuh di hadapan Sang Pencipta sebagaimana dituntunkan oleh teladan kita Nabi Muhammad -shollallohu alaihi wasallam-, dengan doanya:

اللهم كما أحسنت خلقي فأحسن خلقي[11]ـ

اللهم إني أعوذ بك من منكرات الأخلاق والأعمال والأهواء[12]ـ

اللهم اهدني لأحسن الأخلاق لا يهدي لأحسنها إلا أنت, واصرف عني سيئها لا يصرف عني سيئها إلا أنت.[13]ـ

Subhanallah, kalau orang seperti Rosul -shollallohu alaihi wasallam- saja selalu berdoa agar dibaguskan akhlaknya padahal Allah swt telah jelas-jelas memujinya dalam firmaNya “Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”[14], bagaimana halnya dengan kita? Sungguh sudah seharusnya kita lebih rajin dan giat melantunkan doa-doa tersebut.

Akidah & Akhlak

Tidak bisa dipungkiri, bahwa akhlak punya hubungan yang kuat dengan keimanan dan akidah seseorang, ibnul qoyyim rohimahullah berkata: “Seluruh agama ini adalah akhlak, maka siapa yang lebih tinggi akhlaknya berarti ia lebih tinggi agamanya”[15].

Orang yang memperhatikan dengan seksama keadaan masyarakat muslim, ia akan dapati banyak dari mereka yang lalai terhadap pentingnya masalah akhlak dan memanfaatkan sisi ini sebagai sarana ibadah, mereka tidak menyadari bahwa akhlak sangat erat hubungannya dengan keimanan. Maka jangan heran kita akan dapati orang yang mengira dirinya telah mempraktekkan tauhid dan memurnikan keimanannya, tapi tetap saja melakukan tindakan-tindakan tercela yang dapat mengganggu nilai keimanannya, seperti: takabur, hasad, suudhdhon, dusta, berbuat keji, egois dsb.

Bahkan bisa jadi dia tidak tahu bahwa perbuatan tersebut sangat berpengaruh buruk terhadap akidah dan keimanannya, atau lalai bahwa agama ini mencakup seluruh sendi-sendi kehidupan, sebagaimana firmanNya: Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan Aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”[16].

Sesungguhnya usaha merealisasikan tauhid dan menyempurnakan keimanan tidak hanya sebatas dengan menjauhi syirik akbar, tapi juga dengan menjauhi segala yang mencemari tauhid dan keimanan, dengan menjauhi segala amalan tercela dan memperaktekkan akhlak yang mulia. Jadi akidah bukanlah sekedar manuskrip yang hanya dibaca dan dihapal, tapi ia harus diwujudkan dalam kehidupan nyata, dalam pergaulan dengan masyarakat di sekeliling kita.

Da’i-da’i tanpa kata

Sejarah mengisahkan, Islam masuk hindia selatan, silan, kepulauan maldif, pesisir cina, filipin, indonesia dan afrika melalui pedagang muslim yang militan, mereka mempengaruhi warga pribumi bukan dengan kilauan dinar dan dirham, tapi karena islam yang telah menjelma dalam gerak langkah mereka, disamping juga sifat amanah dan sifat jujur mereka yang mengagumkan. Mereka warga pribumi takjub dengan akhlak ini, dan terdorong untuk mencari tahu asal muasalnya. Ketika mereka tahu bahwa itu semua bersumber dari tuntunan Islam, akhirnya mereka bersedia memeluk agama Islam dengan sukarela dan hati yang lapang.

Memang, metode paling handal dalam mengambil hati orang adalah dengan akhlak yang mulia, bahkan tidak dipungkiri lagi inilah sarana yang memegang peranan paling penting tersebarnya agama Islam di seluruh penjuru dunia.

Orang yang memperhatikan dengan seksama kisah perjalanan Nabi Muhammad -shollallohu alaihi wasallam- akan mendapati bahwa beliau adalah sosok yang tidak pernah lepas dari akhlak yang mulia dalam semua gerak langkahnya, khususnya dalam hal berdakwah, sehingga dengan mudah orang berbondong-bondong menerima dakwahnya.

Berapa banyak orang masuk islam karena kemuliaan akhlaknya, ada yang masuk islam seraya mengatakan: “Demi Allah! mulanya tidak ada di muka bumi ini wajah yang lebih kubenci dari engkau, tapi sekarang engkau menjadi orang yang paling aku cintai melebihi siapapun!”[17]

Ada juga yang mengatakan: “Ya Allah! Curahkanlah rahmatMu kepadaku dan Muhammad, dan jangan kau sertakan dengan kami siapapun juga!”[18] karena sangat terpesonanya dengan akhlak pemaaf Nabi -shollallohu alaihi wasallam-.

Ada lagi yang berkomentar: “Sungguh aku rela mengorbankan ibu bapakku demi dia, belum pernah ku jumpai guru yang lebih baik dari dia, baik sebelum maupun sepeninggalnya!”[19].

Ada juga yang menyerukan: “wahai kaumku, masuklah ke dalam agama Islam, karena sesungguhnya Muhammad itu memberi seakan ia tak khawatir akan menjadi fakir (karena kehabisan harta)!”[20] dan sangat banyak contoh-contoh yang serupa dalam siroh beliau -shollallohu alaihi wasallam-.

Semoga Allah merahmati Ibnu Ashma’, ketika ajal akan menjemputnya ia mengumpulkan anak-anaknya dan berwasiat: “wahai anak-anakku! Pergaulilah masyarakat dengan pergaulan yang apabila kalian hidup, mereka akan simpati kepadamu, dan apabila kalian mati, mereka akan menangisi kepergianmu!”[21]

Dan sungguh indah perkataan Abdulloh bin Mubarok: “Kalian lebih membutuhkan akhlak walaupun hanya sedikit, dari pada ilmu yang banyak (tapi tidak diamalkan, pen)”[22]

Merubah akhlak kita

Mungkin sebagian dari kita mengatakan: “aku sudah terlanjur dengan akhlak yang jelek sejak kecil, mana mungkin aku bisa merubahnya?!” atau mengatakan bahwa akhlak adalah tabi’at tetap manusia yang tidak mungkin dapat dirubah! atau berpendapat bahwa akhlak akan dengan mudah dibentuk dan dirubah, tergantung keinginan individu masing-masing.

Ketahuilah! bahwa akhlak (tingkah laku) terbagi menjadi dua: ada yang alami (bawaan lahir), dan ada juga yang iktisabi (yang dibentuk oleh manusia melalui belajar, latihan dan usaha).

Seandainya akhlak tidak dapat dirubah sama sekali, maka apalah gunanya pesan dan nasehat diberikan? apalah tujuan firman Allah: “Sungguh beruntunglah orang yang membersihkan diri”[23] juga firmanNya Sungguh beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu”[24]? dan apalah makna dari sabda Rasul -shollallohu alaihi wasallam-: “sesungguhnya ilmu (didapat) dengan belajar, sedang sifat murah hati (didapat) dengan melatih diri. Barangsiapa berusaha mencari kebaikan, ia akan mendapatkannya, dan barangsiapa berusaha menghindar dari kejelekan, ia akan selamat darinya”[25]?!

Orang yang memperhatikan kebiasaan binatang sirkus, sebelum dan sesudah dilatih akan menemukan hakekat bahwa akhlak (tingkah laku) pada manusia merupakan hal yang dapat menerima perubahan, tentunya perubahan tersebut juga berbanding lurus dengan usaha dan kesungguhannya melatih diri untuk berakhlak mulia.

Panah-panah sakti penakluk hati

Kiranya akan semakin lengkap jika kita sebutkan beberapa akhlak terpuji yang punya pengaruh kuat untuk mengambil hati orang-orang yang ada di sekitar kita:

1. Senyuman ramah.

Ia bagai garam pada masakan, ia juga merupakan busur yang paling cepat menaklukkan hati seseorang, ditambah lagi ia merupakan ibadah dan amal sedekah, sebagaimana sabdanya “Senyuman yang kau lemparkan ke wajah saudaramu adalah amal sedekah”[26].

Sahabat abdullah bin harits berkata: “Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih banyak tersenyum melebihi Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam-[27]

2. Memulai salam.

Ia adalah panah tajam yang akan menancap di hati orang yang kau salami, tapi jangan lupa barengi juga dengan wajah damai, jabat tangan serta sambutan yang hangat dan akrab.

Dengannya kita juga mendapatkan pahala sekaligus ghonimah karena: “Yang paling baik dari keduanya adalah orang yang memulai dengan salam”[28]. Berkata Abu Amr an nadby: “Aku pernah berjalan bersama Abdullah bin Umar, maka setiap berjumpa dengan orang ia langsung memberi salam, tak peduli orang tersebut masih kecil ataupun sudah berumur”.[29]

3. Hadiah.

Ia memiliki pengaruh yang mengagumkan, karena bersentuhan langsung dengan pendengaran, penglihatan dan perasaan hati. Karenanya Rosulullah -shollallohu alaihi wasallam- memberi perhatian khusus dalam masalah ini dalam sabdanya: “Hendaklah kalian saling bertukar hadiah! niscaya kalian akan saling mencintai[30]

4. Jadilah pendengar yang baik!

Dengan tidak memotong pembicaraan yang belum tuntas, inilah akhlak Rosul ع, beliau tidak memotong pembicaraan sehingga lawan bicaranya mengakhiri kalamnya. Sungguh barangsiapa yang memperaktekkan ini, ia akan dikagumi oleh banyak orang, lain halnya dengan orang yang banyak ngoceh dan sering memotong pembicaraan orang lain.

Atho’ menceritakan dirinya berkaitan dengan sifat ini: “Adakalanya seorang bercerita kepadaku dan aku diam mendengarkannya, seakan aku tidak pernah mendengarnya, padahal sebenarnya aku telah mendengar cerita itu jauh hari sebelum ia dilahirkan.”[31]

5. Ulurkan bantuan dan jasa baikmu!

Pepatah mengatakan: “Berbuat baiklah kepada orang lain! maka kamu akan mendapatkan hatinya sebagai tawananmu”.

Membantu orang lain juga merupakan sarana menggapai mahabbatullah, sebagaimana firmanNya: berbuat baiklah (kepada orang lain), Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” [32]. Begitu pula sabda Rosul -shollallohu alaihi wasallam-: “Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling banyak memberikan manfaat kepada manusia”[33].

Ahibbati fillah! Sungguh mengherankan orang yang rela membeli hamba sahaya dengan uang, apa yang menghalangi mereka untuk membeli orang merdeka dengan jasa baiknya?! Dan ingatlah orang yang banyak jasanya, akan banyak pula sahabatnya!

6. Penampilan yang baik.

Ini meliputi badan, pakaian dan bau yang harum, Rosulullah ع bersabda: “Sesungguhnya Allah itu baik, menyukai sesuatu yang baik”[34].

Simak juga ketika Abdul Malik bin Abdul Hamid almaimuni mensifati Imam Ahmad: “Sungguh aku tidak melihat ada orang yang lebih perhatian dengan kumisnya, rambut kepala dan tubuhnya serta tidak kulihat orang yang pakaiannya lebih bersih dan putih melebihi Ahmad bin Hambal.”[35]

7. Husnudhdhon dan memberikan udzur.

Hendaklah kita saling berbaik sangka dengan saudara-saudara seiman kita, selagi masih ada celah untuk itu, dan kalaupun ia memang telah melakukan kesalahan hendaklah kita menasehatinya dengan cara yang halus dan selanjutnya memberikan udzur yang pantas baginya, insyaAllah dengan begitu akan semakin kuat barisan umat ini.

8. Ungkapkan kecintaanmu kepada saudaramu!

Ketika anda menaruh rasa simpati kepada orang lain atau mungkin ia mendapat tempat tersendiri di hati anda, maka ungkapkanlah perasaan itu kepadanya, karena itu akan meluluhkan hatinya, oleh karenanya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Apabila ada yang menyukai sahabatnya, maka hendaklah ia datang ke rumahnya dan mengatakan bahwa dirinya menyukainya karena Allah swt![36] Dalam riwayat yang lain “Karena itu akan lebih mempererat tali persahabatan dan lebih menguatkan rasa kasih sayang antar keduanya”.[37]

Tapi tentunya dengan syarat, rasa kasih sayang tersebut karena Allah semata, bukan karena dunia, jabatan, harta, ketenaran, kecantikan atau ketampanan, karena setiap kecintaan yang dasarnya bukan lillahi ta’ala itu bagaikan debu, ia akan lenyap atau malah berbalik menjadi permusuhan kelak pada hari kiamat, sebagaimana firman-Nya: Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”.[38]

Hendaknya pula kita selalu menghadirkan dalam sanubari kita sabda Rosul -shollallohu alaihi wasallam-: “Setiap orang akan bersama orang yang dicintainya (pada hari kiamat)”.[39]

Intinya mengungkapkan rasa cinta & kasih sayang adalah merupakan cara yang sangat manjur untuk mempengaruhi hati seseorang dan menjadikan timbulnya rasa saling mencintai satu sama lain. Dengan ini akan terbentuklah sebuah masyarakat yang dipenuhi rasa cinta, damai, masyarakat yang bersatu, kompak dan saling membantu.

Ahibbati fillah… dalam soal perasaan, emosi dan ‘atifah, kebanyakan orang berada pada dua kutub yang berlawanan, sungguh amat disayangkan! Ada yang mendewakan akalnya, sehingga hubungan itu menjadi kaku, kering dan tidak bersahabat. Disisi lain ada yang mendewakan perasaan dan emosinya, sehingga seringkali mengorbankan rasionalitas, bahkan tidak jarang sampai pada tingkatan ketergantungan dengan orang lain.

Memang memadukan dan mengkompromikan antara akal dan perasaan adalah pekerjaan yang susah, tidak semua orang bisa menuntaskannya, tapi itu merupakan fadhal (keistimewaan) yang Allah berikan kepada siapa yang dikehendakinya.

9. Al-mudaarooh

Haruskah kita menggunakan metode ini untuk menundukkan hati? Apakah ia sama dengan mudahanah? Apa definisi yang benar dari keduanya?

Dalam menghadapi banyak orang, kita akan menemukan berbagai macam karakter individu yang berbeda, dan tentunya kita harus dapat mensiasati kenyataan ini, kita harus segera mencari cara untuk mengkompromikan karakter-karakter yang berseberangan ini, agar terjalin hubungan yang harmonis antara individu satu dengan yang lainnya.

Keadaan ini menuntut kita untuk memiliki cara bagaimana menghadapi setiap karakter individu yang berbeda, diantaranya adalah dengan mudaarooh, yaitu mengorbankan dunia untuk mendapatkan keuntungan duniawi ataupun ukhrowi ataupun keduanya, seperti berlaku lemah lembut, bertutur secara halus dan menampakkan wajah yang bersahabat kepada para fussaq beserta cs-nya, dengan tujuan, pertama: agar kita terhindar dari gangguan mereka, dan kedua: mungkin dengan mudaarooh seperti ini hati mereka akan terbuka, dan menjadi sebab kembalinya mereka ke jalan yang lurus (tentunya dengan syarat mudaarooh ini bersih dari basa-basi dalam masalah agama).

Sedangkan mudaahanah adalah mengorbankan agama demi mendapatkan keuntungan duniawi[40], misalnya dengan mengobral fatwa-fatwa “murahan” untuk mendapatkan jabatan, agar dekat dengan orang penting, agar mendapatkan harta yang fana, ataupun tujuan yang sejenisnya! nas’alullohas salaamata wal ‘aafiah.

Yang penting untuk diingat di sini adalah bahwa hukum asal dari mudaarooh adalah mubah, ia bisa menjadi mustahab bahkan wajib, namun bisa juga menjadi makruh bahkan menjadi haram! Tergantung timbangan maslahat dan mafsadatnya, baik untuk diri si pelaku ataupun untuk masyarakat yang selalu memperhatikan setiap gerak-gerik seorang dai, jadi sangat diperlukan pertimbangan maslahat dan mafsadah yang matang sebelum kita memperaktekkan langkah ini, wallahu a’lam.

Inilah beberapa contoh akhlak mulia, yang insyaallah akan membantu kesuksesan seorang da’i dalam mengemban misinya membumikan ajaran Ilahi yang mulia ini, semoga kita selalu dalam naungan nikmat, rahmat dan taufiqNya, sehingga kita dapat meraih kesuksesan dunia dan akhirat dalam mengemban amanat besar ini.

وصلى الله وسلم وبارك على عبد الله ورسوله نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين,

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Disarikan dari tulisan syeikh Ad Duwaisy yang berjudul “Thorīqunā ilal qulūb”


[1] Muttafaqun alaih (Bukhari hadits no 12, Muslim hadits no 64)

[2] Mustadrokul Hakim hadits no 4221, dishohihkan oleh Imam Alhakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi, begitu juga syeikh albani (silsilah shohihah hadits no 45)

[3] HR. Attirmidzi hadits no 1941, ia mengatakan hadits ini hasan ghorib, dan dihasankan pula oleh syeikh albani (silsilah shohihah hadits no 791)

[4] HR. Attirmidzi hadits no, ia berkomentar hadits ini hasan shohih, begitu juga syeikh albani meng-hasan-kannya (shohih targhib wat tarhib hadits no 3160)

[5] HR. Attirmidzi hadits no 1927, ia berkomentar hadits ini shohih ghorib, dan di-hasan-kan pula oleh syeikh Albani (silsilah shohihah hadits no 977)

[6] HR. Abu dawud hadits no 4166 dan Attirmidzi hadits no 1925, ia berkomentar hadits ini hasan shohih, di-shohih-kan juga oleh syeikh Albani (shohih targhib wat tarhib hadits no 2641)

[7] Ali Imron ayat 159

[8] HR. Abu Dawud hadits no 4265, di-hasan-kan oleh syeikh Albani (silsilah shohihah hadits no 794)

[9] HR. Muslim hadits no 4632

[10] Seperti misalnya: kitab adabul mufrod karya Imam Bukhori, Makarimul Akhlaq karya Ibnu Abid Dunya, kitab-kitab syama’il yang menceritakan sifat-sifat dan akhlak nabi ع, dll.

[11] HR. Ahmad, hadits no 3632, di-shohih-kan oleh syeikh albani (shohih targhib wat tarhib, hadits no 2657)

[12] HR. Tirmidzi, hadits no 3515, dishohihkan oleh syeikh Albani (misykatul mashobih, hadits no 2471)

[13] HR. Muslim, hadits no 1290

[14] Surat Al-qolam ayat 4

[15] Madarijus Salikin 2/307

[16] Surat Al-An’am ayat 162-163

[17] Muttafaqun alaih, Bukhori hadits no 4024, Muslim hadits no 3310

[18] HR. Bukhori, hadits no 5551

[19] HR. Muslim, hadits no 836

[20] HR. Ahmad, hadits no 12328, dishohihkan oleh Syu’aib al-arna’uth

[21] Nurul Qobas karya abul mahasin al yaghmury, hal 46

[22] Mukhtashor tarikh dimasyq karya Ibnu Mandhur, hal 1884

[23] Surat Al-A’la ayat 14

[24] Surat Asy-Syams ayat 9

[25] HR. Thobaroni fil mu’jamil kabir, hadits no 1763, dihasankan oleh syeikh Albani (silsilah shohihah no 342)

[26] HR. Tirmidzi, hadits no 1879, dihasankan oleh syeikh Albani (silsilah shohihah hadits no 572)

[27] HR. Tirmidzi, hadits no 3574, dishohihkan oleh syeikh Albani (mukhtashorusy syama’il, hadits no 194)

[28] Muttafaqun Alaih (Bukhori hadits no 5613, Muslim hadits no 4643)

[29] Mushonnaf Abdur Rozzaq, atsar no 19442

[30] HR. Bukhori fil adabil mufrod, dihasankan oleh syeikh Albani (Irwa’ul Gholil, hadits no 1601)

[31] Aljami’ li akhlaqir rowi wa adabis sami’, karangan Alkhotib albaghdadi, atsar no 352)

[32] Surat Albaqoroh, ayat 195.

[33] HR. Thobaroni, hadits no 13646, dihasankan oleh syeikh Albani (silsilah shohihah, hadits no 906)

[34] HR. Muslim, hadits no 131.

[35] Shifatush Shofwah 2/340

[36] HR. Ahmad, hadits no 20332 (lihat silsilah shohihah, hadits no 417)

[37] Tambahan hadits ini dihasankan oleh syeikh Albani (shohihul jami’, hadits no 280)

[38] Surat Azzukhruf, ayat 67.

[39] Muttafaqun Alaihi (shohih bukhori, hadits no 5702, shohih muslim, hadits no 4779)

[40] Almufhim karya Alqurthuby 9/338, fathul Bari karya Ibnu Hajar hal: 13/581

Adab-Adab Yang Harus Dipenuhi Oleh Pencari Ilmu (1)

Seorang pencari ilmu harus memiliki beberapa adab sebagai berikut :

Pertama : Niat yang ikhlas karena Allah.

Dengan cara memaksudkan mencari ilmunya untuk mendapatkan Wajah Allah dan negeri akhirat, karena Allah mendorong dan menekankan hal itu kepada manusia. Allah Ta’ala berfirman :” Maka ketahuilah bahwa tidak ada sesembahan yang sebenarnya kecuali Allah dan minta ampunlah atas dosa-dosamu.” (QS. Muhammad : 19). Dan pujian kepada para ulama amat dikenal dalam Al-Qur’an dan apabila Allah memuji kepada sesuatu atau memerintahkan sesuatu maka sesuatu itu menjadi ibadah.

Dengan demikian maka wajiblah ikhlas karena Allah dalam hal ini dengan cara meniyatkan mencari ilmunya untuk memperoleh Wajah Allah. Dan apabila seseorang meniyatkan mencari ilmu syar’i untuk memperoleh ijazah agar dengan ijazah itu dia mendapatkan kedudukan atau penghasilan maka tentang hal ini Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Salam telah bersabda :” Barang siapa yang mencari ilmu yang diridhai oleh Allah Azza Wajalla, dia tidak mempelajari ilmu itu kecuali untuk mencari keuntungan dunia maka dia tidak akan mencium baunya surga.”[1] Ini adalah ancaman yang keras.

Akan tetapi kalau seorang penuntut ilmu mengatakan bahwa saya ingin memperoleh ijazah bukan karena untuk kepentingan dunia akan tetapi karena sistem yang berlaku menjadikan orang alim diukur dengan ijazahnya. Maka kita katakan bahwa apabila niyat seseorang memperoleh ijazah dalam rangka agar bisa memberi manfaat kepada orang lain dengan cara mengajar, atau administrasi atau semisalnya maka ini adalah niyat yang selamat yang tidak madharat sedikitpun karena ini adalah niyat yang benar.

Kita sebutkan ikhlas di awal penjelasan tentang adab mencari ilmu karena ikhlas merupakan dasar, maka seorang pencari ilmu harus meniyatkan mencari ilmunya untuk melaksanakan perintah Allah karena Allah memerintahkan untuk berilmu. Allah Ta’ala berfirman :” Ketahuilah bahwa tidak ada sesembahan yang sebenarnya kecuali Allah.” Dalam ayat ini Allah memerintahkan berilmu, maka apabila engkau belajar ilmu berarti engkau melaksanakan perintah Allah Azza Wajalla.

Kedua : Menghilangkan kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.

Seorang penuntut ilmu harus meniyatkan mencari ilmunya untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan dari orang lain karena pada asalnya manusia itu bodoh. Dalil tentang hal itu adalah firman Allah Ta’ala :” Dan Allah telah mengeluarkan kalian dari perut-perut ibu kalian dalam keadaan kalian tidak tahu apa-apa dan Allah menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati bagi kalian agar kalian bersyukur.” (QS. An Nahl : 78). Kenyataan memperkuat akan hal itu, oleh karena itu engkau harus meniyatkan mencari ilmu untuk menghilangkan kebodohan dari dirimu agar engkau bisa mencapai rasa takut kepada Allah.. “ Hanyalah orang-orang yang takut kepada Allah dikalangan hamba-hamba-Nya adalah para ulama.”(QS. Fathir : 28). Engkau meniyatkan menghilangkan kebodohan dari dirimu karena pada asalnya engkau adalah bodoh, maka apabila engkau belajar dan engkau menjadi ulama maka hilanglah kebodohan dari dirimu, demikian pula engkau harus meniyatkan menghilangkan kebodohan dari ummat dengan cara mengajari mereka dengan bebagai cara agar manusia bisa mengambil manfaat dari ilmumu.

Apakah syarat memanfaatkan ilmu itu harus duduk di masjid dalam suatu halaqah ? Atau mungkin manusia bisa mengambil manfaat dari ilmumu dalam setiap keadaan ? Jawabnya adalah yang kedua, karena Rasul Shalallahu ‘Alaihi wa Salam bersabda :” Sampaikanlah apa-apa yang kalian terima dariku walaupun satu ayat.[2] Karena apabila engkau mengajarkan ilmu kepada seseorang, lalu orang itu mengajarkan lagi ilmu ini kepada orang lain maka engkau akan memperoleh pahala dua orang, kalau dia mengajarkan lagi ilmu ini kepada orang yang ketiga maka engkau akan memperoleh pahala tiga orang, dan begitulah seterusnya. Dari sini maka termasuk kebid’ahan apabila seseorang berkata ketika melakukan suatu ibadah :” Ya Allah jadikanlah pahala dari amal ini untuk Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Salam.” Karena Rasul Shalallahu ‘Alaihi wa Salam lah yang mengajarkan hal ini kepadamu, beliaulah yang menunjukkanmu kepada amalan itu maka beliaupun akan mendapat pahala dari amalanmu.

Imam Ahmad Rahimahullah berkata :” Ilmu itu tidak ada bandingannya bagi orang yang benar niyatnya.” Beliau ditanya :” Bagaimana mewujudkan hal itu ?” Beliau menjawab :” Dia harus meniyatkan untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.” Karena asalnya mereka adalah bodoh sebagaimana dirimupun pada asalnya bodoh, maka apabila engkau belajar untuk menghilangkan kebodohan dari ummat ini maka engkau akan termasuk diantara para mujahidin di jalan Allah yang menyebarkan agama Allah.

Ketiga : Membela syariat.

Yaitu meniyatkan mencari ilmu untuk membela syariat, karena kitab-kitab tidak mungkin bisa membela syariat. Tidak ada yang bisa membela syariat kecuali pembawa syariat. Kalau seseorang dari kalangan ahli bid’ah datang ke sebuah perpustakaan yang dipenuhi oleh kitab-kitab syariat sengan jumlah yang tak terhitung, lalu dia berbicara dengan kebid’ahannya dan memperkuat omongannya maka saya yakin bahwa tak ada satu kitabpun yang akan membantah omongannya. Akan tetapi apabila dia berbicara tentang kebid’ahannya di hadapan seorang ahli ilmu untuk menguatkan kebid’ahannya maka penuntut ilmu itu akan membantah orang itu dan mematahkan omongannya dengan Quran dan sunnah.

Oleh karena itu seorang penuntut ilmu harus meniyatkan mencari ilmunya untuk membela syariat karena membela syariat tidak bisa dilakukan kecuali oleh manusia persisi seperti senjata. Kalau kita punya senjata yang penuh dengan peluru, apakah senjata ini mampu beroperasi sendiri untuk memuntahkan pelurunya ke arah musuh ? Ataukah tidak bisa apa-apa kecuali dioperasikan oleh manusia ? Jawabnya adalah : Tidak bisa jalan sendiri kecuali dijalankan oleh manusia. Demikian pula dengan ilmu.

Selain itu bid’ah selalu tampil dalam bentuk baru. Kadang ada kebid’ahan tertentu yang muncul pada zaman awal dan tidak ada di dalam kitab-kitab, maka tidak mungkin ada yang bisa membantahnya kecuali penuntut ilmu, oleh karena itu saya katakan :

Sesungguhnya diantara hal yang wajib dipelihara oleh penuntut ilmu adalah membela syariat, dengan demikian maka manusia amat sangat membutuhkan para ulama untuk membantah tipu daya para ahli bid’ah dan semua musuh Allah Azza Wajalla. Dan hal ini tidak bisa dilakukan kecuali dengan ilmu syar’i yang diambil dari kitab Allah dan sunnah Rasul Shalallahu ‘Alaihi wa Salam.

Keempat : Berlapang dada dalam masalah yang diperselisihkan.

Penuntut ilmu dadanya harus lapang dalam permasalahan yang diperselisihkan yang bersumber dari hasil ijtihad karena masalah-masalah yang diperselisihkan oleh para ulama bisa terjadi dalam masalah-masalah yang tidak diperbolehkan ijtihad di dalamnya dan masalahnya sudah amat jelas,maka dalam masalah ini tak seorangpun boleh berselisih, atau bisa juga dalam masalah dibolehkan di dalamnya ijtihad maka dalam masalah ini orang boleh berselisih pendapat. Dan argumentasimu dalam masalah ini tidak bisa membatalkan argumen orang yang berbeda pendapat denganmu karena kalau kita terima hal ini maka bisa juga terjadi sebaliknya yaitu argumen dia bisa membatalkan argumenmu.

Maksud saya dengan penjelasan ini adalah permasalahan yang diperselisihkan itu adalah yang dibolehkan ijtihad di dalamnya dan memungkinkan manusia berselisih dalam masalah itu. Adapun orang yang menyelisihi metoda salaf seperti masalah-masalah aqidah, maka dalam masalah ini tak bisa diterima seseorang yang menyelisihi aqidah yang di yakini oleh salafus salih, akan tetapi dalam masalah-masalah lain yang diperbolehkan bagi pikiran kita untuk terlibat maka tidak boleh perbedaan pendapat dalam masalah ini dijadikan sebagai alasan untuk mencela fihak lain atau dijadikan sebab timbulnya permusuhan dan kebencian.

Para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum sering berbeda pendapat dalam banyak masalah, barang siapa yang ingin meneliti perselisihan pendapat diantara mereka maka hendaklah dia merujuk kepada atsar-atsar yang ada tentang mereka maka dia akan menemukan ikhtilaf dalam banyak masalah dan lebih besar dari masalah yang pada zaman sekarang ini dijadikan oleh orang sekarang sebagai adat (kebiasaan untuk berselisih sehingga orang-orang menjadikan hal itu sebagai penyebab timbulnya kelompok-kelompok dengan mengatakan : Saya beserta si Fulan dan saya bersama si Fulan ! Seolah-olah masalah ini adalah masalah kelompok. Ini adalah salah.

Contoh tentang hal itu seperti seseorang yang berkata : Apabila engkau bangkit dari ruku maka janganlah engkau letakkan tangan kananmu di atas tangan kiri tapi ulurkanlah ke samping dua pahamu, kalau tidak begitu maka engkau adalah mubtadi’ (ahli bid’ah).

Kata mubtadi’ (ahli bid’ah) bukanlah kata yang ringan bagi jiwa. Bila dia mengatakan hal itu kepada saya maka dada saya akan merasakan satu ketidak sukaan karena orang itu adalah manusia biasa. Kita katakan bahwa di dalam masalah ini ada kelapangan baik mau sedekap atau mau mengulurkan. Oleh karena itu Imam Ahmad menyatakan bahwa orang boleh memilih antara sedekap dengan mengulurkan ke bawah karena dalam urusan ini ada kelapangan. Akan tetapi bagaimanakah sunnahnya dalam urusan ini ?

Jawabnya adalah :

Sunnahnya adalah engkau meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri apabila engkau bangkit dari ruku sebagaimana engkau lakukan hal itu ketika engkau berdiri sebelum ruku. Dalilnya adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhary dari Sahl Bin Sa’d, dia berkata : Adalah manusia diperintahkan agar seseorang meletakkan tangan kanan di atas hasta kiri di dalam shalat.”[3] Perhatikanlah apakah ini maksudnya perintah ketika bersujud atau dalam keadaan ruku, atau maksudnya dalam keadaan duduk ? Tidak ! Tapi maksudnya dalam keadaan berdiri yang mencakup berdiri sebelum ruku dan berdiri setelah ruku. Jadi kita tidak boleh menjadikan perbedaan dalam hal ini sebagai sebab untuk perselisihan dan persengketaan, karena semua kita menginginkan kebenaran dan setiap kita melakukakan hasil ijtihadnya, maka selama demikian maka hal ini tidak boleh kita jadikan penyebab permusuhan dan perpecahan antara ahli ilmu karena para ulama pun selalu ikhtilaf sekalipun di zaman Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Salam.

Dengan demikian setia penuntut ilmu wajib bersatu padu dan tidak boleh menjadikan ikhtilaf seperti ini sebagai sebab untuk bermusuhan dan saling membenci, bahkan bila engkau ikhtilaf dengan sahabatmu didasarkan pada dalil yang engkau miliki dan sahabatmu berbeda denganmu juga berdasarkan kandungan dalil yang dia miliki maka wajib kamu jadikan diri mu dan dia di atas satu jalan (yaitu dalil) dan mestinya menambah rasa cinta diantara kalian berdua.

Oleh karena itu kita menyukai dan menyambut baik para pemuda kita yang mempunyai visi yang kuat untuk menyandingkan semua masalah dengan dalil dan membangun ilmu mereka di atas kitab dan sunnah Rasul Shalallahu ‘Alaihi wa Salam, kita melihat bahwa ini termasuk kebaikan dan dia akan gembira dengan akan dibukakannya pintu-pintu ilmu dari caranya yang benar. Kita tidak menginginkan dari mereka sikapnya ini menjadi sebab munculnya sikap tahazzub (berkelompok) dan saling kebencian. Allah berfirman kepada nabi-Nya Shalallahu ‘Alaihi wa Salam : “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama mereka sehingga mereka menjadi golongan-golongan, tak ada tanggung jawabmu sedikitpun dari mereka.” (QS Al An’am 159). Maka orang-orang yang menjadikan diri-diri mereka sebagai golongan-golongan tidak kita setujui karena golongan Allah itu satu. Kita lihat bahwa perbedaan faham tidak harus menyebabkan manusia saling membenci dan saling mencela kehormatan saudaranya.

Maka setiap penuntut ilmu wajib menjadi saudara sehingga sekalipun mereka berbeda pendapat dalam beberapa masalah furu’. Setiap orang harus memanggil fihak lain dengan lembut dan berdialog yang ditujukan untuk menggapai wajah Allah dan mencapai ilmu, dengan cara ini akan terjalinlah sikap kelembutan dan hilanglah sikap kasar dan keras yang dimiliki oleh beberapa gelintir manusia sehingga kadang-kadang sikap itu menimbulkan perselisihan dan permusuhan. Hal ini tidak diragukan lagi akan menggembirakan musuh-musuh Islam, dan perselisihan di kalangan ummat merupakan bahaya terbesar yang terjadi. Allah Ta’ala berfirman :” Dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kalian berselisih maka kalian akan lemah dan akan hilang kekuatan kalian. Dan bersabarlah karena sesungguhnya Allah menyertai orang-orang yang sabar.” ( Al Anfal : 46).

Para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum pun suka ikhtilaf dalam masalah seperti ini akan tetapi mereka berada di atas satu hati, di atas kecintaan dan persatuan,bahkan saya akan katakan dengan jelas bahwa jika seseorang berbeda pendapat denganmu berdasarkan dalil yang dia miliki maka sebenarnya dia bersepakat denganmu, karena masing-masing kalian adalah pencari kebenaran oleh karena itu tujuan kalian adalah sama yaitu menuju kebenaran dengan dalil, dengan demikian dia tidak berselisih denganmu selama engkau mengakui bahwa dia berbeda denganmu hanya karena berdasarkan dalil yang dia miliki, lalu di manakah letak perselisihannya ? Dengan cara seperti ini maka tetaplah ummat di atas persatuan sekalipun mereka kadang berbeda di dalam beberapa masalah untuk melaksanakan dalil yang dimiliki. Adapun orang yang menentang dan takabbur setelah nampak kebenaran maka tidak diragukan lagi bahwa dia wajib diperlakukan dengan perlakuan yang layak (bagi orang seperti itu) setelah dia menentang dan menyelisihi. Setiap kondisi ada penjelasannya yang sesuai. (Bersambung)

Diterjemahkan dari Kitab Al-Ilmu oleh Syaikh Al-Utsaimin Rohimahulloh


[1] Dikeluarkan oleh Imam Ahmad juz 2 hal 338. Abu Dawud, kitab ilmu, bab mencari ilmu selain karena Allah. Ibnu Majah, muqoddimah, bab memanfaatkan ilmu dan mengamalkannya. Hakim dalam Al Mustadrak, juz 1 hala 160. Ibnu Abi Syaibah dalam AL Mushonnaf, juz 8 hal 543. Al Ajury dalam Akhlaq ulama hal 142 dan di dalam Akhlaq ahli Quran hal 128 nomor 57. Berkata Al Hakim : Hadis ini sahih, sanadnya terpercaya.

[2] Dikeluarkan oleh Bukhary, kitab para nabi, bab kisah Bani Israil

[3] Dikeluarkan oleh Bukhary, kitab sifat shalat,bab meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri. Dan lafazh dari Sahl Bin Sa’d mengatakan : Adalah manusia diperintahkan agar seseorang meletakkan tangan kanan di atas hasta yang kiri di dalam shalat.

http://ustadz.abuhaidar.web.id/2009/05/25/adab-adab-yang-harus-dipenuhi-oleh-pencari-ilmu-1/