Mutiara Salaf

"Wahai manusia Aku hanyalah orang yang mengikuti sunnah dan bukan pembuat bid'ah. Jika Aku berbuat baik maka ikutilah dan jika Aku berbuat buruk maka ingatkanlah" [Abu Bakar Ash-Shidiq]

Blog ini dibuat terutama sebagai catatan/arsip bagi ana sehingga mudah mengakses [karena telah dikategorikan] artikel para ustadz ahlu sunnah yang materinya terpencar-pencar di masing-masing situs yang diasuh langsung oleh mereka. Namun alangkah baiknya jika ana tidak menyimpannya sendiri di dalam hard disk melainkan di sebuah blog yang diharapkan dapat bermanfaat bagi orang lain entah dia itu muslim atau kafir, ahlu sunnah atau ahli bid'ah, orang yang sudah "ngaji" atau yang masih awam.

Jumat, 07 Mei 2010

Adab-Adab Yang Harus Dipenuhi Oleh Pencari Ilmu (2)

Kelima : Mengamalkan ilmu.

Seorang penuntut ilmu harus mengamalkan ilmunya baik dalam masalah aqidah, ibadah, akhlak, adab, dan muamalah, karena amala adalah buah dari ilmu dan kesimpulan dari ilmu. Pembawa ilmu seperti orang yang membawa senjata,bisa bermanfaat baginya atau bisa juga mencelakakannya, oleh karena itu diterangkan bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Salam bersabda :” Quran itu hujjah bagimu atau dakwaan bagimu.”[1] Akan menjadi hujjah bila kau amalkan dan akan menjadi dakwaan bila tidak kau amalkan. Demikian juga mengamalkan apa-apa yang sahih dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Salam dengan cara membenarkan semua kabar darinya dan melaksanakan hukum-hukum. Jika datang berita dari Allah dan rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi wa Salam maka benarkanlah dan terimalah serta tunduklah dan jangan kau katakan :” Mengapa ? Bagaimana ?” Karena sikap itu adalah bukanlah sikap mukminin. Allah berfirman :” Dan tidaklah pantas bagi seorang mukmin baik laki-laki maupun wanita, apabila Allah telah menetapkan sesuatu urusan akan lalu ada pilihan lain bagi mereka dari urusan mereka. Dan barang siapa yang maksiyat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah sesat dengan sejauh-jauhnya.”(Al Ahzab : 36).

Para sahabat ketika Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Salam berbicara kepada mereka dengan sesuatu yang kadang-kadang asing dan jauh dari akal mereka mereka langsung menerima hal itu dan tidak mengatakan :” Kenapa ? bagaimana ?” Berbeda dengan sikap orang zaman kiwari dari ummat ini. Kita dapati sebagian mereka apabila disampaikan kepadanya sebuah hadis dari Rasul Shalallahu ‘Alaihi wa Salam akalnya merasa keheranan tentang hal itu dan kita temukan dia memperlakukan ucapan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Salam yang dia renungkan isinya akan tetapi untuk di sanggah dan bukan untuk diambil petunjuknya, oleh karena itu dia terhalang untuk memperoleh taufiq sehingga membantah apa yang datang dari rasul Shalallahu ‘Alaihi wa Salam dan tidak menerimanya dengan pasrah.

Saya akan berikan contoh untuk hal itu. Di dalam suatu hadis dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Salam beliau bersabda :” Tuhan kita turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga akhir malam, lalu Dia berkata :” Siapa yang berdoa kepada-Ku pasti Aku kabulkan, siapa yang meminta kepad-Ku pasti Aku akan beri, dan siapa yang meminta ampun kepada-Ku pasti akan Aku ampuni.”[2] Hadis ini diceritakan oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Salam dan ini merupakan hadis yang masyhur bahkan mutawatir. Tak seorangpun sahabat yang berani mengangkat lisannya untuk bertanya :” Wahai Rasulullah, bagaimanakah Allah turun ? Apakah Arsynya kosong atau tidak ?” Dan pertanyaan senada. Akan tetapi kita temukan beberapa orang berbicara seperti ini dan menanyakan Bagaimana dengan Arsy ketika Allah turun ke langit dunia ? dan omongan lainnya yang terucap. Seandainya mereka menerima hadis ini dengan pasrah dan berkata bahwa Allah Azza wajalla bersemayam di atas Arsy dan Maha Tinggi sesuai denga keharusan Zat-nya dan Dia turun sebagaimana yang dikehendaki-Nya Subhanahu wa Ta’ala maka akan tertolaklah syubhat ini dari mereka dan tidak akan meresa bingung tentang apa yang diberitakan oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Salam tentang Rabb-Nya.

Dengan demikian kita wajib menerima apa saja yang dikabarkan oleh Allah dan Rasul-Nya tentang urusan-urusan yang ghaib dengan pasrah dan tidak membantahnya dengan apa-apa yang tersirat dalam pikiran kita karena urusan yang ghaib tak akan terjangkau oleh akal itu. Contoh tentang hal itu banyak sekali. Saya tidak ingin berbicara panjang tentang masalah ini, tapi sikap seorang mukmin terhadap hadis-hadis seperti ini hanyalah menerima dengan pasrah dengan mengatakan : Benarlah Allah dan Rasul-Nya ! Sebagaimana yang Allah kabarkan tentang masalah ini dalam firman-Nya :” Rasul telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya….”(Al Baqarah : 285).

Aqidah wajib dibangun di atas kitab dan sunnah Rasul Shalallahu ‘Alaihi wa Salam Dan manusia harus mengetahui bahwa tidak ada ruang bagi akal di dalamnya. Saya tidak mengatakan bahwa tidak ada jalan masuk bagi akal dalam masalah aqidah, saya hanya mengatakan bahwa tidak ada ruang bagi akal dalam masalah aqidah kecuali sebatas keterangan yang datang tentang kesempurnaan Allah yang dikuatkan oleh akal sekalipun akal tidak bisa mengetahui rincian dari apa yang wajib bagi Allah tentang kesempurnaan akan tetapi akal bisa mengetahui bahwa Allah mempunyai semua sifat kesempurnaan, orang yang dikaruniai hal ini wajib mengamalkan ilmunya dari sisi aqidah.

Demikian pula dari sisi ibadah -beribadah kepada Allah Azza wajalla - Sebagaimana yang diketahui oleh kebanyakan dari kita bahwa ibadah harus dibangun di atas dua dasar :

Pertama: Ikhlas karena Allah Azza wajalla.
Kedua : Mengikuti Rasul Shalallahu ‘Alaihi wa Salam.

Manusia harus membangun ibadahnya di atas ajaran yang besumber dari Allah dan Rasul-Nya tidak boleh mengada-adakan kebid’ahan dalam agama Allah yang bukan bagian dari agama ini baik dalam asal ibadahnya maupun ritualnya. Oleh karena itu kita katakan bahwa ibadah itu harus berupa sesuatu yang tetap berdasarkan ayariat baik dalam bentuknya, tempatnya, waktunya, serta sebabnya, harus ditetapkan dengan syariat dalam semua hal tadi.

Kalau seseorang menetapkan salah satu sebab untuk ibadah yang dia lakukan kepada Allah tanpa dalil, maka kita tolak hal itu dan kita katakan bahwa ibadah ini tidak akan diterima karena mesti ada landasan syariatnya bahwa ini adalah menjadi penyebab ibadah tersebut kalau tidak maka tidak akan diterima. Kalau seseorang menetapkan satu syariat berupa ibadah tapi tidak ada keterangan syariat tentang hal itu atau dia melakukan satu amalan yang ada landasan syariatnya tapi dengan cara pelaksanaan yang diada-adakan atau pada waktu yang diada-adakan maka kita katakan bahwa ibadah ini juga ditolak karena ibadah itu harus dibangun di atas landasan syariat karena hal ini termasuk tuntutan dari apa yang telah Allah ajarkan kepadamu berupa ilmu yaitu tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan cara yang disyariatkan.

Oleh karena itu para ulama mengatakan bahwa pada asalnya ibadah itu dilarang sehingga adanya dalil yang mensyariatkannya. Hal ini ditunjukkan oleh ayat :” Atau apakah mereka punya sekutu sekutu yang menetapkan syariat bagi mereka berupa agama yang Allah tidak memberikan izin tentang hal itu ?” (Asy Syura : 21). Juga bedasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Salam dalam hadis yang terdapat dalam kitab Sahih (Muslim) dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha :” Barang siapa yang mengamalkan satu amalan yang tidak ada contohnya dari kami maka amalan itu tertolak.”[3] Sekalipun engkau ikhlas dan ingin sampai kepada Allah dan Kemuliaannya akan tetapi dilakukan bukan dalam bentuk yang disyariatkan maka hal ini akan tertolak. Seandainya engkau ingin sampai kepada Allah dengan cara yang Allah tidak menetapkan jalan itu untuk sampai kepada-Nya maka hal inipun tertolak.

Dengan demikian setiap penuntut ilmu wajib menjadi seorang yang beribadah kepada Allah Ta’ala dengan landasan syariat yang diketahuinya tidak menambah atau mengurangi . Tidak boleh dia mengatakan bahwa saya ingin beribadah kepada Allah dengan cara yang bisa membuat jiwa saya tenang dan hati saya sejuk serta dada saya lapang. Tidak boleh dia mengatakan hal ini sekalipun seandainya dia mendapatkan hal-hal tersebut, tapi dia harus menimbang dengan timbangan syariat, kalau amalan itu dikuatkan oleh kitab dan sunnah maka dia harus melaksanakan itu dengan sepenuh hati, kalau tidak maka akan masuk ke dalam timbangan amal buruknya. Allah berfirman :” Maka apakah orang yang dihiasi oleh syetan tentang kejelekan amalnya lalu dia menganggap baik terhadap hal itu ( Sama dengan orang yang tidak ditipu?) Sesungguhnya Allah menyesatkan orang-orang yang dikehendakinya dan memberi hidayah kepada orang yang dikehendakinya.” (QS. Fathir : 8)

Demkian juga dia harus mengamalkan ilmunya dalam hal akhlak dan muamalah. Ilmu syar’i mengajak kepada semua akhlak yang utama berupa kejujuran,menunaikan janji, dan mencintai kebaikan bagi orang mukmin, sehingga Rasul Shalallahu ‘Alaihi wa Salam bersabda : “Tidaklah beriman salah seorang diantara kalian sehingga dia mencinyai bagi saudaranya apa-apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri.”[4] Rasul Shalallahu ‘Alaihi wa Salam bersabda :” Barang siapa yang ingin dijauhkan dari neraka dan ingin dimasukkan ke dalam surga maka hendaklah dia mati dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir dan hendaklah dia memberi kepada manusia apa yang dia suka apabila hal itu diberikan kepadanya.”[5] Banyak diantara manusia yang mempunyai ghirah dan mencintai kebaikan akan tetapi mereka tidak bergaul dengan manusia dengan akhlak mereka. Kita temukan dia bersikap kasar dan keras sekalipun pada waktu berda’wah mengajak kepada Allah Azza wajalla kita temukan dia menerapkan sikap kasar dan keras. Ini adalah menyalahi akhlak yang diperintahkan oleh Allah Azza wajalla.

Ketahuilah bahwa kebaikan akhlak merupakan hal yang bisa mendekatkan diri kepada Allah, dan seutama-utama manusia di hadapan Rasulullah dan yang paling dekat kedudukannya dari beliau adalah orang yang paling mulia akhlaknya, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Salam :” Sesungguhnya orang yang paling aku cintai diantara kalian dan yang paling dekat kedudukannya dariku pada hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya di antara kalian. Dan orang yang paling aku benci dan paling jauh kedudukannya dariku pada hari kiamat adalah Tsartsrun (orang yang banyak omong), mutasyaddiqun (yang cerewet), dan al mutafaihiqun.” Para sahabat bertanya :” Wahai Rasulullah, kami tahu arti tsartsarun dan mutasyaddiqun. Lalu apakah arti mutafaihikun ?” Beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Salam menjawab :” Orang yang takabbur.”[6]

Keenam : Berda’wah (mengajak) kepada Allah.

Seorang penuntut ilmu harus menjadi orang yang selalu mengajak kepada Allah Azza wajalla dengan ilmunya. Dia mengajak orang di setiap momen yang memungkinkan, baik di mesjid, di majlis, di pasar dan di setiap tempat yang memungkinkan. Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Salam setelah Allah memberikan tugas kenabian dan tugas kerasulan kepadanya beliau tidaklah duduk-duduk di rumah tapi beliau mengajak manusia dan selalu bergerak. Saya tidak ingin seorang penuntut ilmu yang hanya menjadi kutu buku akan tetapi saya ingin diantara mereka ada yang menjadi ulama yang beramal. (Bersambung)

Diterjemahkan dari Kitab Al-Ilmu oleh Syaikh Al-Utsaimin Rohimahulloh


[1] Dikeluarkan oleh Muslim, kitab wudhu, bab keutamaan wudhu.

[2] Dikeluarkan oleh Bukhary, kitab tahajjud,bab doa dan shalat malam. Muslim,kitab shalat musafir, bab dorongan untuk berdoa dan dzikir di akhir malam.

[3] Diriwayatkan oleh Muslim , kitab Aqdhiyah,b ab menggugurkan hukum-hukum yang batil dan tertolaknya perkara-perkara baru.

[4] HR. Bukhary, kitab iman, bab mencintai bagi saudaranya apa-apa yang dia cintai untuk diri sendiri. Muslim, kitab iman,bab dalil bahwa diantara perkara iman adalah mencintai bagi saudaranya apa-apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri berupa kebaikan.

[5] Diriwayatkan oleh Muslim, kitab Iarah, bab perintah menunaikan janji dengan berbaiat kepada khalifah yang bertama kemudian yang berikutnya. Redaksi lengkapnya adalah : Dari Abdullah Bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma dia berkata :” Kami bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Salam dalam satu perjalanan, lalu kami istirahat di suatu tempat, diantara kami ada yang memperbaiki kemahnya, ada yang melepasakannya, dan ada juga yang diam di tempatnya. Tiba-tiba petugas rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Salam memanggil : Shalat berjamaah !” Maka kamipun berkumpul menuju Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Salam, lalu beliau bersabda :” Sesungguhnya tak ada seorang nabipun sebelumku kecuali wajib baginya untuk menunjukan ummatnya kepada kebaikan yang dia ketahui kepada mereka dan mengingatkan ummatnya dari kejelekkan yang dia ketahui kepada mereka. Sesungguhnya ummat kalian ini dijadikan baik awalnya tapi generasi akhirnya akan ditimpa bala dan urusan-urusan yang kalian ingkari. Dan akan datang fitnah yang sebagian diantaranya lebih detail dari yang lainnya. Dan akan datang fitnah,lalu berkata seorang mukmin : “Ini adalah kehancuranku.” Kemudian dia terlepas dari fitnah itu. Kemudian datang lagi fitnah, lalu berkata lagi seorang mukmin :” Inilah kehancuranku.” Maka barang siapa yang ingin dijauhkan dari neraka dan ingin dimasukkan ke dalam surga hendaklah kematian mendatanginya dalam keadaan dia beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hendaklah dia memberikan kepada manusia apa-apa yang dia suka apabila hal itu diberikan kepadanya. Dan barang siapa yang berbaiat kepada seorang imam lalu dia memberikan seluruh loyalitasnya dan ketaatan hatinya kepadanya maka hendaklah dia mentaatinya semampunya. Dan jika datang imam lainnya maka penggallah leher imam kedua ini.

[6] Dikeluarkan oleh Tirmidzi, kitab kebaikan dan silaturrahim, bab keterangan tentang ketinggian akhlak. Imam Ahmad dengan lafazh : Sesungguhnya orang ynag paling aku cintai adalah yang paling baik akhlaknya.” Juz 2 halaman 189. Al Baghowy dalam syarhus sunnah juz 12 halaman 366. Al Haitsamy dalam majma’uz zawaid. Dia berkata bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Tabrany dan Rijal Ahmad adalah rijal sahih.


http://ustadz.abuhaidar.web.id/2009/05/25/adab-adab-yang-harus-dipenuhi-oleh-pencari-ilmu-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pemilik blog dengan segala hormat hanya akan menampilkan komentar berupa saran, kritik, pertanyaan atau caci maki saja, adapun komentar yang masuk ke dalam kategori bantahan/sanggahan/debat maka sebaiknya langsung di blog aslinya [blog ustadz yang bersangkutan] sebab bukan kapasitas ana untuk masuk ke dalam dunia debat. Jadi komentar dari jenis ini baik dalam masalah aqidah maupun fiqh terpaksa tidak ana tampilkan. Harap maklum...