Mutiara Salaf

"Wahai manusia Aku hanyalah orang yang mengikuti sunnah dan bukan pembuat bid'ah. Jika Aku berbuat baik maka ikutilah dan jika Aku berbuat buruk maka ingatkanlah" [Abu Bakar Ash-Shidiq]

Blog ini dibuat terutama sebagai catatan/arsip bagi ana sehingga mudah mengakses [karena telah dikategorikan] artikel para ustadz ahlu sunnah yang materinya terpencar-pencar di masing-masing situs yang diasuh langsung oleh mereka. Namun alangkah baiknya jika ana tidak menyimpannya sendiri di dalam hard disk melainkan di sebuah blog yang diharapkan dapat bermanfaat bagi orang lain entah dia itu muslim atau kafir, ahlu sunnah atau ahli bid'ah, orang yang sudah "ngaji" atau yang masih awam.

Kamis, 06 Mei 2010

Mengejar Cinta Allah

Betapa indahnya cinta Allah. Allah mencintai keindahan. Sementara cinta kepada Allah, dan cinta Allah kepada seorang hamba, sesungguhnya adalah keindahan yang melebihi segala keindahan. Maka, Allahpun sangat mencintai cinta hamba kepada-Nya, dan cinta-Nya kepada sang hamba. Namun, bagaimana kita bisa menggapai cinta-Nya?

Manusia Sibuk Mengejar ‘Cinta’

Betapa sibuknya manusia mengejar cinta. Betapa berharganya cinta itu bagi mereka. Cinta isteri, cinta anak, cinta atasan, cinta masyarakat, dan cinta begitu banyak orang. Bahkan juga cinta binatang peliharaan.

Kenapa begitu? Karena mereka butuh merasakan kenyamanan hidup. Bagi mereka, betapa nyamannya hidup, bila segala dan siapapun yang ada ada di sekitarnya, merasa mencintai dan menyayanginya. Mereka berpandangan, bahwa dengan dicintai semakin banyak orang, mereka akan semakin aman, semakin merasa tentram, dan semakin bisa menerima uluran kebaikan.

Di satu sisi, anggapan itu memang benar. Islam memang menganjurkan kita menebar kebaikan, agar kitapun menerima beragam kebaikan. Tapi, satu hal yang bisa membuat semua upaya itu menjadi keliru dan salah sama sekali: sejauh manakah orang itu mengejar cinta Allah yang MahaKuasa?

Bila seseorang sibuk mengejar cinta sesamanya, dan lalai mengejar cinta Allah, itu sama saja dengan orang yang mencari selamat dengan mengumpulkan ember dan selang buat mencari air, tapi lupa mencari sumber airnya.

Bila Allah murka kepada diri seseorang, apalah gunanya keridhaan semua orang terhadapnya?

Kalaupun seluruh manusia membencinya, apakah itu bisa memberi bahaya buat dirinya, selama Allah mencintainya?

Maka, silakan sibuk mengejar cinta sesama, tapi mengejar cinta Allah haruslah menjadi upaya yang paling utama.

“Siapa saja yang mencari keridhaan Allah dengan hal-hal yang dimurkai oleh umat manusia, pasti Allahpun akan meridhainya, dan umat manusia juga akan menyukainya. Siapa saja yang mencari keridhaan umat manusia dengan hal-hal yang dimurkai oleh Allah, pasti Allahpun akan murka terhadapnya, sementara umat manusia justru akan membencinya[1].”

Harga Cinta Allah

Cinta manusiapun kerap dihargai dengan mahal. Banyak pria mengumbar uang tak terkira banyaknya, demi mengejar cinta wanita yang dia idam-idamkan. Lalu, seberapakah harga yang telah kita bayar, untuk mengejar cinta Allah? Simak, firman Allah berikut:

يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لأَزْوَاجِكَ إِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلاً * وَإِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ اْلأَخِرَةَ فَإِنَّ اللهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu:”Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar. ” (Al-Ahzab : 28)

Dari totalitas amal yang telah kita lakukan, sudahkah terlihat jelas bahwa kita adalah hamba yang mengejar cinta Allah? Mengejar kehidupan akhirat, dan kenikmatan memandang wajah-Nya kelak?

Cinta seorang mukmin kepada Allah, seharusnya melebihi cinta kaum kafir terhadap tuhan-tuhan mereka.

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapan orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada….” (Al-Baqarah : 186)

Anas bin Malik t menceritakan,

Ada seorang pria berkata kepada Nabi n, “Wahai Rasulullah! Saya tidak mempunyai banyak persiapan baik amal shalat, puasa, maupun sedekah. Tapi saya hanya mencintai Allah I dan Rasul-Nya.” Beliau r lalu bersabda,

فَإِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

“Engkau akan beserta dengan orang yang engkau cintai.”[2]

Ibnu Taimiyah v pernah berkata, “Mencintai Allah I, bahkan mencintai Allah dan Rasul-Nya, merupakan kewajiban iman teragung sekaligus membentuk pondasi dan prinsip iman terbesar. Bahkan bisa dikatakan merupakan pondasi setiap amal keimanan dan apklikasi ajaran agama….”[3]

“Allah U mendatangiku–yakni dalam mimpi–Dia berfirman kepadaku,

” اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ حُبَّكَ، وَ حُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَ اْلعَمَلَ الَّذِيْ يَبْلُغُنِيْ حُبَّكَ”

“Hai Muhammad, ucapkanlah, ‘Ya Allah, sesungguh-nya aku memohon cinta-Mu, dan cinta orang yang mencintai-Mu, dan amal yang mengantarkan aku untuk mencintai-Mu.”[4]

Nah, teman-teman sekalian, koreksilah cintamu kepada Allah. Sudahkah Allah menjadi yang paling engkau cintai dari siapapun?


[1] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi IV : 609, oleh Ibnu Hibban I : 510, oleh Al-Haitsami dalam Majma’uz Zawaa-id IV : 71. Juga oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannif VI : 198. Lalu oleh Ath-Thabrani X : 215.

[2] Riwayat. Al-Bukhari, No. 6171, Fath Al-Bari, 10/573, dan Muslim, No. 2639, 4/2033 dengan lafazh Al-Bukhari.

[3] Al-Majmu’ Al-Fatawa, Syaikhul Al-Islam Ibnu Taimiyah 10/43, 49, Daar ‘Alam Al-Kutub, Riyadh

[4] Riwayat Ibnu Khuzaimah, bab At-Tauhid, hlm. 218-219; Ath-Thabrani dalam Al-Kabir, 20/216, Ahmad, 5/23, Al-Hakim, 1/521, At-Tirmidzi, No. 3233. Kata beliau,”Hadits ini hasan shahih. Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-At-Tirmidzi, No. 2582, 3 : 98 .


http://abuumar.com/renungan/mengejar-cinta-allah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pemilik blog dengan segala hormat hanya akan menampilkan komentar berupa saran, kritik, pertanyaan atau caci maki saja, adapun komentar yang masuk ke dalam kategori bantahan/sanggahan/debat maka sebaiknya langsung di blog aslinya [blog ustadz yang bersangkutan] sebab bukan kapasitas ana untuk masuk ke dalam dunia debat. Jadi komentar dari jenis ini baik dalam masalah aqidah maupun fiqh terpaksa tidak ana tampilkan. Harap maklum...