Mutiara Salaf

"Wahai manusia Aku hanyalah orang yang mengikuti sunnah dan bukan pembuat bid'ah. Jika Aku berbuat baik maka ikutilah dan jika Aku berbuat buruk maka ingatkanlah" [Abu Bakar Ash-Shidiq]

Blog ini dibuat terutama sebagai catatan/arsip bagi ana sehingga mudah mengakses [karena telah dikategorikan] artikel para ustadz ahlu sunnah yang materinya terpencar-pencar di masing-masing situs yang diasuh langsung oleh mereka. Namun alangkah baiknya jika ana tidak menyimpannya sendiri di dalam hard disk melainkan di sebuah blog yang diharapkan dapat bermanfaat bagi orang lain entah dia itu muslim atau kafir, ahlu sunnah atau ahli bid'ah, orang yang sudah "ngaji" atau yang masih awam.

Jumat, 07 Mei 2010

Fatwa-Fatwa Sekitar Ilmu (2)

3. Fadhilatu Syaikh ditanya tentang :

Sebagian penuntut ilmu syar’iy merasa kesulitan ketika menetapkan niat dan meraih ijazah. Maka bagaimana jalan keluar bagi mereka dari kesulitan ini ?

Beliau menjawab :

Pertanyaan ini dijawab dengan beberapa poin:

a). Jangan hanya meniatkan mencari ilmu untuk memperoleh ijazah saja, tapi jadikan ijazah itu sebagai wasilah (perantara) untuk bekerja di bidang yang bermanfaat untuk umat, karena bekerja untuk jaman sekarang selalu didasarkan pada ijazah. Manusia pada umumnya tidak mampu untuk memberikan manfaat kepada orang lain kecuali dengan perantaraan seperti ini, maka dengan hal ini niatnya menjadi selamat.

b). Sesungguhnya orang yang menginginkan ilmu kadang-kadang tidak memperolehnya kecuali di sistem (lembaga )yang seperti itu, lalu dia masuk ke dalamnya dengan niat mencari ilmu dan nanti dia tidak mementingkan ijazah yang diperolehnya.

c). Sesungguhnya seseorang yang beramal dengan niat memperoleh dua kebaikan, yaitu kebaikan di dunia dan di akhirat, maka dia tidak berdosa dalam hal itu, karena Allah berfirman :” Dan barang siapa yang bertaqwa kepada Allah , maka Allah akan menjadikan jalan keluar baginya dan akan memberi rizki yang tidak disangka-sangka.” (At Thalaq :2-3). Ini adalah iming-iming bagi ketaqwaan dengan urusan dunia.

Kalau ada yang berkata ; Bila seseorang beramal untuk memperoleh dunia, maka bagaimana dia bisa dikatakan ikhlas ?

Jawab : Sesungguhnya dia sudah mengikhlaskan ibadah dan ibadahnya tidak ditujukan kepada makhluk secara mutlak, maka dia tidak bertujuan ingin dilihat dan dipuji oleh manusia ( ria) dengan ibadahnya, tetapi dia bertujuan materi sebagai buah ibadah, maka tidak sama dengan orang yang riya yang mendekatkan dia kepada manusia dan menginginkan pujian mereka dengan ibadah yang mestinya ditujukan untuk bertaqarrub kepada Allah. Tetapi tujuan materinya ini akan mengurangi keikhlasannya maka jadilah hal itu sejenis syirik dan kedudukannya dibawah kedudukan orang yang murni hanya menginginkan akhirat.

Dalam kesempatan ini saya ingin mengingatkan sebagian manusia ketika berbicara tentang manfaat ibadah, mereka menggiring hal itu kepada manfaat dunia. Contohnya mereka mengatakan bahwa shalat adalah olah raga yang bermanfaat bagi anggota badan. Shaum bermanfaat untuk menghilangkan kelebihan zat tubuh dan membuat jadwal makan teratur. Seharusnya kita jangan menjadikan manfaat dunia sebagai hal yang pokok karena hal itu bisa mengurangi keikhlasan dan melalaikan dari tujuan akhirat. Oleh karena itu Allah menjelaskan -umpamanya- hikmah shaum di dalam kitab-Nya bahwa hal itu sebagai penyebab taqwa. Jadi manfaat agamawi merupakan hal yang pokok, sedangkan manfaat dunia adalah yang kedua. Ketika kita berbicara di hadapan orang awam, maka kita berbicara kepada mereka dengan aspek agamawi, dan ketika kita berbicara di hadapan orang yang tidak merasa cukup kecuali dengan hal yang bersifat materi maka kita berbicara kepada mereka dengan aspek agamawi dan aspek duniawi. Maka setiap obyek harus disesuaikan isi materi. (Bersambung)

Diterjemahkan dari Kitab Al-Ilmu Karya Syaikh Al-Utsaimin Rohimahulloh


http://ustadz.abuhaidar.web.id/2009/05/28/fatwa-fatwa-sekitar-ilmu-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pemilik blog dengan segala hormat hanya akan menampilkan komentar berupa saran, kritik, pertanyaan atau caci maki saja, adapun komentar yang masuk ke dalam kategori bantahan/sanggahan/debat maka sebaiknya langsung di blog aslinya [blog ustadz yang bersangkutan] sebab bukan kapasitas ana untuk masuk ke dalam dunia debat. Jadi komentar dari jenis ini baik dalam masalah aqidah maupun fiqh terpaksa tidak ana tampilkan. Harap maklum...