Mutiara Salaf

"Wahai manusia Aku hanyalah orang yang mengikuti sunnah dan bukan pembuat bid'ah. Jika Aku berbuat baik maka ikutilah dan jika Aku berbuat buruk maka ingatkanlah" [Abu Bakar Ash-Shidiq]

Blog ini dibuat terutama sebagai catatan/arsip bagi ana sehingga mudah mengakses [karena telah dikategorikan] artikel para ustadz ahlu sunnah yang materinya terpencar-pencar di masing-masing situs yang diasuh langsung oleh mereka. Namun alangkah baiknya jika ana tidak menyimpannya sendiri di dalam hard disk melainkan di sebuah blog yang diharapkan dapat bermanfaat bagi orang lain entah dia itu muslim atau kafir, ahlu sunnah atau ahli bid'ah, orang yang sudah "ngaji" atau yang masih awam.

Jumat, 07 Mei 2010

Adab-Adab Yang Harus Dipenuhi Oleh Pencari Ilmu (4)

Kesepuluh : Berpegang teguh kepada kitab dan sunnah.

Setiap penuntut ilmu wajib memiliki semangat yang tinggi untuk memperoleh ilmu dan mengambilnya dari akar/dasar yang tidak mungkin dicapai oleh penuntut ilmu bila tidak dimulai dari hal ini. Yaitu :

1. Al Quranul Karim.

Setiap penuntut ilmu wajib memiliki semangat untuk membaca, menghafalkan, memahami dann mengamalkan Al Quran, karena Al Quran adalah tali Allah yang kuat dan menjadi dasar bagi segala ilmu. Generasi salaf dahulu memiliki semangat yang amat tinggi dalam hal ini sehingga sering dikisahkan tentang mereka kisah-kisah yang menakjubkan tentang tingginya semangat mereka terhadap Al Quran. Engkau dapati salah seorang diantara mereka telah hafal Quran sejak usia tujuh tahun, sebagian lagi ada yang menghafalkan Quran kurang dari satu bulan. Hal ini menunjukkan tingginya semangat generasi salaf Radhiyallahu ‘anhu terhadap Al Quran, maka setiap penuntut ilmu wajib memiliki semangat yang tinggi terhadap Quran dan menghafalkannya di bawah bimbingan seorang pengajar karena Al Quran diambil dengan cara talaqqy (dipelajari secara langsung dari guru).

Termasuk hal yang amat disayangkan yaitu apa yang engkau lihat bahwa sebagian penuntut ilmu tidak menghafal Quran bahkan sebagian diantara mereka tidak bagus bacaannya. Ini adalah aib yang besar dalam manhaj penuntut ilmu. Oleh karena itu saya ulang berkali-kali bahwa setiap penuntut ilmu wajib memiliki semangat yang besar untuk menghafal Quran, mengamalkannya dan menda’wahkannya serta memahaminya dengan pemahaman yang sesuai dengan pemahaman salafus soleh.

2. Sunnah yang sahihah.

Sunnah adalah sumber kedua bagi syariat Islam. Dia adalah yang menjelaskan Al Quran yang mulia, maka penuntut ilmu wajib memadukan keduanya (Quran dan sunnah) dan menaruh minat yang tinggi terhadap keduanya. Setiap penuntut ilmu harus menghafalkan sunnah, baik menghafalkan redaksi hadis atau dengan mempelajari sanad-sanad dan matannya dan membedakan antara yang sahih dengan yang dhoif. Demikian pula memelihara sunnah dengan cara membelanya dan membantah syubhat ahli bid’ah tentang sunnah.

Setiap penuntut ilmu harus loyal/berpegang teguh kepada Quran dan sunnah yang sahihah. Bagi seorang penuntut ilmu, keduanya (Quran dan sunnah) bagaikan dua sayap bagi seekor burung yang apabila salah satunya patah maka si burung tidak akan bisa terbang.

Oleh karena itu jangan sampai engkau memperhatikan sunnah tapi melalaikan Quran atau memperhatikan Quran tapi melalaikan sunnah. Banyak penuntut ilmu yang memperhatikan sunnah baik syarahnya, rijalnya, ataupun mushtholahnya dengan perhatian yang besar akan tetapi apabila engkau bertanya kepadanya tentang salah satu ayat dalam kitab Allah maka engkau lihat dia bodoh tentang hal itu. Ini adalah kesalahan besar. Jadi Quran dan sunnah harus menjadi dua sayap bagimu wahai para pencari ilmu.

Ada hal ketiga yang amat penting yaitu pendapat para ulama. Janganlah engkau meremehkan pendapat ulama dan jangan menyepelekannya karena para ulama lebih mendalam ilmunya dari padamu. Mereka memiliki kaidah-kaidah syar’iyyah, rahasia-rahasia serta batasan-batasannya yang tidak engkau ketahui. Oleh karena itu para ulama yang mulia dan para muhaqiq apabila menurut mereka telah jelas satu pendapat, mereka mengatakan : “ Bila salah seorang diantara ulama berpendapat demikian maka kamipun berpendapat demikian, kalau tidak maka kamipun tidak. Contohnya adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rohimahulloh dengan ketinggian ilmunya dan keluasan muthola’ahnya tapi apabila beliau mengatakan satu perkataan yang beliau tidak mengetahui siapa yang berpendapat demikian beliau mengatakan :” Saya berpendapat begini apabila ada ulama yang berpendapat demikian.“ Lalu beliau tidak mengambil pendapat itu.

Oleh karena itu setiap penuntut ilmu wajib rujuk kepada kitab Allah dan sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan memahaminya dengan penjelasan ulama.

Rujuk kepada kitab Allah dengan cara menghafalkannya, menelaahnya, dan mengamalkan apa-apa yang ada di dalamnya, karena Allah berfirman :

Inilah kitab yang kami turunkan kepadamu yang penuh barakah agar mereka menelaah ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal bisa mengambil pelajaran.” (QS Shad : 29).

Menelaah ayat-ayat-Nya sehingga bisa sampai kepada memahami maknanya. Sedangkan mengambil pelajaran maksudnya mengamalkan Al Quran.

Al Quran diturunkan untuk tujuan ini. Bila diturunkan untuk ini maka hendaklah kita kembali kepada kitab Allah agar kita menelaah dan mengetahui maknanya kemudian kita menerapkannya. Demi Allah di dalam hal ini terdapat kebahagiaan dunia dan akhirat. Allah berfirman :” Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk dari-Ku maka dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan baranga siapa yang berpaling dari peringatan-Ku maka dia akan mendapatkan kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” ( QS, Thoha : 123-124).

Oleh karena itu sampai kapanpun engkau tidak akan menemukan orang yang lebih nikmat kehidupannya, lebih lapang dadanya, dan lebih tenang hatinya dari pada orang mukmin sekalipun dia miskin. Seorang mukmin adalah seorang manusia yang paling lapang dadanya, paling tenang hatinya, dan paling luas perasaannya. Bila kalian mau bacalah firman Allah Ta’ala :” Barang siapa yang beramal solih baik laki-laki ataupun wanita dan dia mukmin maka Kami akan memberikan kehidupan yang baik baginya dan akan Kami berikan balasan pahala mereka karena kebaikan amal yang telah mereka lakukan.” (QS. An Nahl : 97).

Apakah kehidupan yang baik itu ?

Jawab : Kehidupan yang baik adalah kelapangan dada dan ketenangan hati sekalipun seseorang berada pada keadaan yang sulit, tapi hatinya tenang dan dadanya lapang. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :” Sungguh mempesonakan urusan orang mukmin karena seluruh urusannya baik. Hal itu tidak layak bagi seorangpun kecuali bagi seorang mukmin. Bila dia ditimpa kesulitan maka dia sabar maka hal itu baik baginya. Dana apabila dia mengalami kesenangan dia bersyukur maka hal itu baik bagi dirinya.”

Seorang yang kafir apabila dia ditimpa kesusahan, apakah dia bersabar ? Jawabnya : Tidak ! Bahkan dia akan bersedih dan dunia akan terasa sempit baginya kadang-kadang dia putus asa dan bunuh diri. Akan tetapi seorang mukmin dia akan bersabar dan akan merasakan kelezatan sabarnya berupa kelapangan dada dan ketenangan, oleh karena itu kehidupannya menjadi baik. Inilah maksud firman Allah :” Maka Kami akan memberikan kehidupan yang baik kepadanya.” Kehidupan yang baik di dalam hati dan jiwanya.

Salah seorang ahli sejarah ketika menceritakan tentang kehidupan Al Hafizh Ibnu Hajar Rohimahulloh mengisahkan bahwa beliau seorang hakim di Mesir pada zamannya. Apabila beliau pergi ke tempat kerjanya beliau selalu datang dengan memakai kereta yang ditarik dengan kuda. Suatu hari beliau bertemu dengan seorang Yahudi penjual minyak di Mesir. Biasanya penjual minyak itu pakaiannya kotor. Lalu Yahudi ini menghentikan kendaraan Sang Hakim, lalu berkata kepada Imam Ibnu Hajar Rohimahulloh :” Sesungguhnya Nabi kalian pernah bersabda :” Dunia ini penjara bagi orang mukmin tapi surga bagi orang kafir.”[1] Anda adalah seorang hakim agung di Mesir, menunggang kendaraan ini dan berada dalam kenikmatan ini. Sedangkan aku berada dalam derita dan sengsara seperti ini ?[2]

Berkatalah Ibnu Hajar Rohimahulloh : “ Aku dalam keadaanku sekarang berupa kemewahan dan kenikmatan, tapi dibanding kenikmatan surga ibarat penjara. Sedangkan engkau dengan penderitaanmu sekarang dibanding adzab neraka nanti ibarat surga.” Berkatalah Yahudi “ Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.. Dia masuk Islam.

Seorang mukmin akan selalu baik bagaimanapun keadaannya dan dialah yang beruntung dunia akhirat.

Sedangkan orang kafir selalu jelek dan dialah yang akan rugi dunia dan akhirat.

Allah berfirman :” Demi waktu Asar, sesungguhnya manusia pasti rugi kecuali orang-orang yang beriman dan beramal soleh serta saling mewasiatkan dalam kebenaran dan saling mewasiatkan dalam kesabaran.” (QS Al Ashr : 1-3)

Jadi orang-orang kafir dan orang-orang yang menyia-nyiakan agama Allah dan tenggelam dalam kesenangan dan kemewahan hidup mereka, sekalipun mereka membangun istana dan menguatkan serta bergelimang dalam gemerlapnya dunia tetapi hakikatnya mereka berada dalam neraka Jahim, sehingga sebagaian salaf pernah mengatakan :” Seandainya para penguasa serta para begundalnya mengetahui kenikmatan yang kami rasakan pastilah mereka akan memenggal kami dengan pedang.”

Adapun orang mukmin, mereka tenggelam dalam kenikmatan dengan bermunajat dan dzikir kepada Allah. Mereka selalu beserta ketentuan Allah dan taqdir-Nya. Bila mereka ditimpa penderitaan mereka akan sabar dan bila mengalami kesenangan mereka akan bersyukur. Maka mereka selalu berada dalam keadaan yang paling menyenangkan. Berbeda dengan para pemilik harta, mereka berada dalam keadaan seperti yang digambarkan oleh Allah :” Kalau mereka diberi kenikmatan dunia, mereka ridha, tetapi kalau mereka tidak diberi tiba-tiba mereka marah.” (QS. At Taubah : 58).

Adapun rujuk kepada sunnah Nabi maka sunnah Rasul sekarang ada terpelihara di tengah-tengah kita, Alhamdulillah. Sampai hadis palsu atas nama Nabipun ada. Dan para ahli ilmu telah menjelaskan mana yang benar-benar sunnah dan mana yang palsu, sehingga tinggallah yang sunnah dengan jelah dan terpelihara, Alhamdulillah, sehingga setiap orang bisa sampai kepadanya baik dengan merujuk kepada kitab-kitab –bila memungkinkan- atau dengan cara bertanya kepada ahli ilmu.

Akan tetapi bila ada orang yang berkata :” Bagaimana memadukan antara yang anda katakana berupa rujuk kepada kitab Allah dan sunnah Rasul, dengan kenyataan bahwa kita menemukan orang-orang mengikuti kitab-kitab yang dikarang dalam madzhab-madzhab ? Sehingga ada yang berkata :” Madzhab saya adalah ini !” Yang lain mengatakan :” Madzhab saya itu !” dan seterusnya sehingga bila anda berfatwa kepada seseorang dengan mengatakan :” Telah berkata Nabi Shalallahu alaihi wasallam begini dan begini ….” Tapi orang itu mengatakan :” Madzhab saya Hanafy, atau Maliky, atau Syafi’iy, dan seterusnya…….

Kita jawab bahwa kita semua mengatakan : Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang Haq selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Lalu apa makna syahadat bahwa Muhammad itu utusan Allah ?

Para ulama mengatakan bahwa maknanya adalah : Mentaatinya dalam semua perintahnya, membenarkan semua yang diberitakannya, dan menjauhi semua yang dilarangnya, serta tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang disyariatkannya.

Bila ada orang yang mengatakan bahwa madzhabku adalah anu, maka kita katakana kepadanya bahwa ini adalah ucapan Rasul Shalallahu alaihi wasallam , maka janganlah kamu menentangnya dengan perkataann siapapun.

Para imam madzhab pun melarang kita dari taqlid kepada mereka dengan taqlid buta. Mereka mengatakan :” Ketika kebenaran telah jelas maka wajiblah untuk merujuk kepadanya.”

Kita katakana kepada orang yang menentang kita dengan madzhab tertentu :” Kami dan anda sama-sama beersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Konsekwensi dari persaksian ini adalah kita tidak mengikuti siapapun kecuali Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam.

Inilah sunnah di depan kita dengan jelas dan nyata. Tapi maksud saya dengan ucapan ini bukan berarti mengecilkan pentingnya merujuk kepada kitab para fuqoha dan ahli ilmu, bahkan merujuk kepada kitab-kitab mereka untuk mengambil manfaat dan mengetahui metoda penetapan hukum dari dalilnya termasuk perkara yang tidak mungkin dilakukan oleh para penuntut ilmu kecuali dengan merujuk kepada kitab-kitab tersebut.

Oleh karena itu kita temukan bahwa orang-orang yang tidak belajar melalui bimbingan para ulama, kita temukan bahwa mereka memiliki penyimpangan yang banyak, karena mereka akan memandang dengan sudut pandang yang minim dari pandangan yang semestinya. Umpamanya mereka mengambil sahih Bukhari, lalu mereka memegang pandapat yang terkandung dalam hadis-hadis tersebut, padahal di dalam hadis-hadis tersebut ada yang sifatnya umum, ada yang khusus, ada yang mutlak ada pula yang muqoyyad. Ada pula yang mansukh akan tetapi mereka tidak tertunjuki kearah itu, akhirnya mereka terjerumus ke dalam kesesatan yang besar. (Bersambung)

Diterjemahkan dari Kitab Al-Ilmu oleh Syaikh Al-Utsaimin Rohimahulloh


[1] Riwayat Muslim, kitab zuhud

[2] Diriwayatkan oleh Muslim, kitab Zuhud, bab orang mukmin itu semua urusannya baik.


http://ustadz.abuhaidar.web.id/2009/05/25/adab-adab-yang-harus-dipenuhi-oleh-pencari-ilmu-4/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pemilik blog dengan segala hormat hanya akan menampilkan komentar berupa saran, kritik, pertanyaan atau caci maki saja, adapun komentar yang masuk ke dalam kategori bantahan/sanggahan/debat maka sebaiknya langsung di blog aslinya [blog ustadz yang bersangkutan] sebab bukan kapasitas ana untuk masuk ke dalam dunia debat. Jadi komentar dari jenis ini baik dalam masalah aqidah maupun fiqh terpaksa tidak ana tampilkan. Harap maklum...