Mutiara Salaf

"Wahai manusia Aku hanyalah orang yang mengikuti sunnah dan bukan pembuat bid'ah. Jika Aku berbuat baik maka ikutilah dan jika Aku berbuat buruk maka ingatkanlah" [Abu Bakar Ash-Shidiq]

Blog ini dibuat terutama sebagai catatan/arsip bagi ana sehingga mudah mengakses [karena telah dikategorikan] artikel para ustadz ahlu sunnah yang materinya terpencar-pencar di masing-masing situs yang diasuh langsung oleh mereka. Namun alangkah baiknya jika ana tidak menyimpannya sendiri di dalam hard disk melainkan di sebuah blog yang diharapkan dapat bermanfaat bagi orang lain entah dia itu muslim atau kafir, ahlu sunnah atau ahli bid'ah, orang yang sudah "ngaji" atau yang masih awam.

Kamis, 06 Mei 2010

Energi Cinta

Cinta memiliki energi? Ya. Karena cinta itu diciptakan oleh Allah, untuk makhluk yang hidup dan berkembang. Maka cintapun selalu hidup dalam dada manusia. Cinta itu tumbuh dan berkembang, bereksplorasi, membangun diri. Dan semua itu tak mungkin, bila cinta tak memiliki energi.

Lalu, apa makna energi cinta?

Bagaimana pula agar energi itu berarus positif?

Bagaimana energi itu bisa terus berkembang, dan menjadi ruh kehidupan yang sesungguhnya?

Cinta yang Multidimensional

Dilihat dari asal katanya, cinta sudah berbicara dengan sendirinya. Kata Ibnul Qayyim, cinta –yang dalam bahasa Arabnya hubb–, bisa berasal dari kata habaabul asnaan, putih gigi. Cinta, artinya putih dan jernih. Maka selayaknya, cinta itu bersih dan suci.

Cinta bisa berasal dari akar kata habaabul maa, permukaan air. Cinta berarti tinggi dan selalu di atas. Maka, cinta harus selalu luhur, dan mengatasi segalanya.

Cinta bisa berasal dari asal kata habbah, yang artinya biji atau intisari. Maka, cinta harus menjadi poros dari segala pergerakan manusia. Dari cinta itulah, segala ucapan dan perbuatan lahir dan terlihat wujudnya di alam nyata.

Cinta bisa berasal dari kata hibbah yang artinya teguh dan konsisten. Cinta harus memiliki kemampuan menjadi konsisten dalam diri pemiliknya.

Cinta bisa berasal dari hibbatul maa-i, tempat menyimpan air. Cinta harus bisa melindungi dan menjaga pemiliknya dari bahaya yang berlawanan dengan tujuan cinta tersebut.

Begitu cinta melekat dalam diri seseorang, maka orang tersebut akan dibawa menuju banyak hal, banyak tujuan, banyak keragaman hidup yang serba memikat. Terutama, bila cinta itu lebih mendekati kemurnian, ketimbang naluri nafsu yang membuatnya ternoda.

Bila manusia memiliki cinta dengan segala kesejatian, bersiap-siaplah menjadi pribadi yang sarat dengan keajaiban.

Cinta Berenergi Positif

Ibnul Qayyim mengungkapkan,

“Apabila jiwa itu merasa masygul (sibuk) karena memikirkan orang yang dicintai atau karena sesuatu yang tidak disukai atau dikhawatirkan, maka seseorang akan kehilangan selera untuk makan dan minum.

Bahkan ia tidak merasa lapar dan haus, juga tidak merasa kedinginan atau kepanasan.

Dan bahkan tidak sempat lagi merasakan rasa sakit yang bagaimanapun dahsyatnya.

Ia tidak merasakannya lagi sama sekali. Setiap orang pasti yang dilanda cinta pernah merasakan hal semacam itu[1].”

Itulah energi cinta, yang melahirkan kekuatan, semangat dan penyulut gerak dalam dimensi yang tak lagi dapat dinalar dengan logika.

Seperti kisah-kasih sepasang manusia yang saling merindukan, di mana masing-masing bisa membangun kekuatan luar biasa, demi menggapai kebahagiaan berjumpa dengan yang dikasihi. Demi mendapatkan cintanya. Ada demi kebahagiaan pasangannya, meski dirinya sendiri hidup menderita.

Tapi, benarkan energi seperti itu secara mutlak dapat memberi kekuatan sejadi?

Tidak. Tidak selamanya demikian.

Cinta yang didasari kecintaan terhadap sesuatu yang fana, akan menciptakan kekuatan dan semangat yang juga fana.

Cinta yang didasari oleh nafsu, atau dilakukan dengan melanggar kebenaran Ilahi, akan melahirkan kekuatan yang bermuatan destruktif, merusak. Ia akan menjadi ibarat candu, yang terlihat bagus, bermanfaat dan memberi segala kekuatan. Tapi sesungguhnya justru membuat manusia semakin lemah dan lemah. Itulah sebabnya, Allah membebaskan Nabi Yusuf, dari pengaruh cinta yang negatif seperti itu,

Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba -hamba kami yang ikhlas…” (Yusuf : 24)

Bila cinta itu adalah cinta yang mubah, meski hanya sesama manusia, seperti cinta suami terhadap isterinya, atau sebaliknya, pasti akan memberi pengaruh yang positif dan hakiki.

Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya…” (Al-A’raaf : 189)

َوْثَقُ عُرَى اْلإِيْمَانِ: أَنْ تُحِبَّ فِيْ اللهِ، وَتُبْغِضَ فِيْ اللهِ

“Pokok-pokok iman yang paling kuat adalah Anda mencintai siapapun karena Allah dan membenci siapapun karena Allah.”[2]

Mencharger Energi Cinta

Seperti halnya segala sumber energi di dunia ini, tak ada yang bersifat abadi. Kalaupun ada yang bertahan lama, harus selalu disuply kekuatan baru melalui kekhasan di dimensinya masing-masing

Bila baterai HP Anda perlu dicharge secara berkala, maka demikian pula energi cinta. Ia perlu dicharge sesuai dengan jenisnya. Cinta yang murni, yang didasari iman, harus dicharge dengan penyuplai energi iman, yaitu dzikir dan ibadah.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya, bertambahalah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabblah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rejeki yang Kami berikan kepada mereka.” (Al-Anfaal : 3)

Teman-teman sekalian. Betapa seringnya sebagian kita mengalami krisis energi cinta terhadap kebaikan.

Banyak di antara kita yang sering kehilangan selera beribadah. Malah shalat berjama’ah. Malas membaca Al-Quran. Malas mengaji. Malas berdzikir. Malas membantu teman yang membutuhkan. Bahkan malas membantu orang tua. Malas menjalani hidup, dan malas menatap masa depan.

Saat itu, kecintaan kita terhadap kebaikan, harus lebih banyak dicharge. Lalu, waspadai penggunaan cinta secara berlebihan, saat semangat sedang menggebu-gebu. Karena cinta itu bisa kehilangan sebagian besar dari energinya, sehingga terjadilah apa yang disebut dengan futuur. Yaitu mengendornya semangat melakukan kebaikan. Salah satu penyebab futuur yang utama adalah: memaksakan diri melakukan kebaikan atau ibadah, atau berlebihan dalam melakukannya.

Lakukanlah segala kebaikan secara nornal, konsisten, meski tak banyak jumlahnya. Charge terus energi cinta Anda terhadap segala kebaikan yang disukai dan diridhai oleh Allah. Maka, Anda akan menjadi manusia dengan kekuatan cinta yang penuh keajaiban.

Anda mungkin menganggap diri Anda kecil. Tapi dunia akan memandang Anda dengan terperangah. Seribu satu kebaikan dunia dan akhiratpun menanti Anda.


[1] Lihat Zaadul Ma’aad oleh Ibnul Qayyim hal. 92.

[2] HR. Ath-Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir, No. 11537; Ibnu Syaibah dalam Al-Iman, hlm. 110, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, No. 1728


http://abuumar.com/remaja/74/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pemilik blog dengan segala hormat hanya akan menampilkan komentar berupa saran, kritik, pertanyaan atau caci maki saja, adapun komentar yang masuk ke dalam kategori bantahan/sanggahan/debat maka sebaiknya langsung di blog aslinya [blog ustadz yang bersangkutan] sebab bukan kapasitas ana untuk masuk ke dalam dunia debat. Jadi komentar dari jenis ini baik dalam masalah aqidah maupun fiqh terpaksa tidak ana tampilkan. Harap maklum...